Banda Aceh. RU – Wakil Wali Kota Banda Aceh Afdhal Khalilullah menegaskan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan kompleks yang membutuhkan penanganan komprehensif dan lintas sektor.
“Memberikan perlindungan dan rasa aman bagi perempuan dan anak bukan sekadar tugas, tetapi amanah yang harus dijalankan bersama,” ujarnya pada Sosialisasi Urgensi Perlindungan Saksi dan Korban Tindak Pidana yang digelar LPSK di Hotel Rasamala, Sabtu (22/11/2025).
Afdhal menyebut kekerasan berbasis gender masih sering terjadi, baik di ranah domestik maupun publik.
“Bentuknya beragam: KDRT, kekerasan seksual, perdagangan orang, eksploitasi seksual komersial, kekerasan di tempat kerja, dalam situasi bencana, hingga konflik sosial.”
Ia menegaskan isu ini memerlukan komitmen luas. “Isu perempuan dan anak adalah isu kita bersama. Tanpa kerja kolektif dan kolaborasi yang kuat, upaya penurunan angka kekerasan tidak akan optimal.”
Merujuk SPHPN 2024, satu dari empat perempuan usia 15–64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual.
SNPHAR 2024 mencatat kekerasan emosional menjadi bentuk paling dominan pada remaja, dialami 45 dari 100 anak usia 13–17 tahun.
Di Banda Aceh, UPTD PPA menerima 149 laporan pada 2022, 157 kasus pada 2023, dan 100 kasus hingga Oktober 2024.
“Sebagian besar merupakan kasus KDRT. Kami meyakini bahwa angka riil kemungkinan lebih tinggi dari yang dilaporkan,” kata Afdhal.
Untuk memperkuat layanan, Pemkot membentuk UPTD PPA melalui Perwal Nomor 80/2021.
Unit ini menangani pengaduan, penjangkauan, pengelolaan kasus, rumah aman sementara, mediasi, serta pendampingan.
“Layanan diberikan secara gratis, terintegrasi, dan bersifat rahasia, sesuai amanat Permen PPPA 2/2022 dengan pendekatan CEKATAN: cepat, akurat, komprehensif, dan terintegrasi.”
Afdhal menambahkan masyarakat dapat mengakses SAPA 129 dan WhatsApp 08111129129 yang terhubung dengan UPTD PPA.
Ia mengatakan pihaknya terus bersinergi dengan LPSK, termasuk dalam penanganan KDRT yang mengandung unsur kekerasan seksual, penghitungan restitusi, dan pembiayaan medis.
Melalui sosialisasi tersebut, Afdhal berharap terbentuk mekanisme rujukan hingga tingkat gampong.
“Pencegahan dan penanganan kekerasan membutuhkan kolaborasi yang nyata dari semua pihak untuk memastikan hak-hak perempuan dan anak terpenuhi serta angka kekerasan dapat ditekan.”
“Masyarakat harus tahu bahwa korban tidak sendiri. Ada pemerintah, ada lembaga negara, dan ada kita semua yang siap menjadi bagian dari perlindungan,” ujarnya.
Ia menutup sambutan dengan harapan agar semakin banyak korban berani melapor. “Setiap perempuan dan setiap anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman.”
Acara ini turut dihadiri Anggota Komisi XIII DPR RI Muslim Aiyub dan Wakil Ketua LPSK Wawan Fahruddin.(TA019)















