Aktivis Perempuan Soroti Polemik Pengangkatan Plt Sekda Aceh dan Isu Retret 505

Aktivis Perempuan Soroti Polemik Pengangkatan Plt Sekda Aceh dan Isu Retret 505

Banda Aceh. RU – Aktivis perempuan Yulindawati turut menanggapi polemik antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dengan Partai Gerindra terkait pengangkatan Alhudri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Sabtu, (22/02/2025).

Dalam pernyataannya, Yulindawati mendorong kepolisian untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam proses pengangkatan tersebut, terutama terkait keabsahan Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Aceh (BKA).

“Saya sarankan pihak kepolisian untuk menyelidiki jika memang ada indikasi pelanggaran hukum sebagaimana yang diutarakan Ketua DPRA. Jika benar bahwa SK tersebut bukan produk resmi BKA, maka patut diduga terjadi maladministrasi, atau bahkan bisa dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen negara,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa jika dugaan tersebut terbukti, kasus ini harus segera dilaporkan kepada pihak berwajib agar dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.

Polemik pengangkatan Plt Sekda Aceh ini mencuat setelah Ketua DPRA Zulfadli mengungkap sejumlah kejanggalan dalam SK tersebut dan menuding Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah (Dek Fadh) sebagai dalangnya.

Dalam rapat paripurna yang digelar di DPR Aceh, Jumat, 21 Februari 2025, malam, Zulfadli meminta operator menampilkan SK penunjukan Alhudri.

Dia kemudian membeberkan kejanggalannya, salah satunya soal poin pertama dalam penunjukan mantan Kadinsos Aceh itu sebagai Plt Sekda

Di SK tersebut terlihat tidak terdapat paraf, hanya ada tandatangan Mualem. “Ada nggak paraf BKA (Badan Kepegawaian Aceh) di situ (di-SK)? Paraf asisten ada tidak?” tanya Zulfadli.

Kejanggalan lainnya, kata Zulfadli, lambang burung Garuda pada kop surat juga tak lazim.

“Kalau ini produk BKA atau produk Pemerintah Aceh, (lambang burung Garuda) ini lebih kecil, tulisan Gubernur Aceh ini di-bold, tulisan BKA biasanya diketik bukan dicetak. Kop SK ini bukan dari BKA. BKA tidak pernah memproses SK ini,” ungkap Ketua DPR Aceh itu.

Kritik Terhadap Pemerintahan Baru

Yulindawati juga mengkritisi awal kepemimpinan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Muallem) dan Wakil Gubernur Fadhlullah (Dek Fadh). Menurutnya, meski baru berjalan kurang dari sebulan, tanda-tanda ketidakseimbangan dalam pemerintahan mulai terlihat.

“Bau ambisi kekuasaan mulai tercium, dan ini bukan pertanda baik. Dengan lemahnya pemahaman Muallem dalam birokrasi serta administrasi pemerintahan, kondisi ini bisa berbahaya bagi stabilitas kepemimpinan. Bahkan, ada kekhawatiran bahwa pada tahun kedua, pemerintahan ini bisa mengalami gejolak besar,” tambahnya.

Sorotan terhadap Retret 505

Selain polemik Plt Sekda, Yulindawati juga menyoroti keikutsertaan Muallem dan sejumlah kepala daerah Aceh dalam kegiatan Retret 505 di Magelang. Ia menilai, sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam, Aceh seharusnya lebih selektif dalam mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan nilai-nilai keagamaan.

“Dengan prinsip kekhususan Aceh dalam menegakkan syariat Islam, seharusnya Muallem, Illiza, dan beberapa kepala daerah lainnya mempertimbangkan kembali keterlibatan mereka dalam kegiatan tersebut,” tegasnya.

Yulindawati mengacu pada definisi retret dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang umumnya diartikan sebagai kegiatan perenungan yang berkaitan dengan praktik keagamaan tertentu. Menurutnya, pemerintah Aceh harus lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang dapat berdampak pada citra kepemimpinan serta integritas pemerintahan di mata masyarakat.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *