Jakarta. RU – Suasana di ruas jalan raya depan Kompleks Parlemen Senayan mulai sepi. Aparat kepolisian membentuk pagar tameng sekitar seratus meter di kiri-kanan ruas jalan di depan gerbang gedung wakil rakyat.
Tak ada lagi riuh teriakan mencaci-maki wakil rakyat dari ribuan pengunjuk rasa. Hanya residu gas air mata masih membuat pedih bola mata. Di trotoar ke arah Pancoran sekitar 500 meter dari Kompleks Parlemen, seorang pemuda terduduk lemas karena seharian belum makan.
“Saya terpisah dari teman-teman. Waktu polisi tembak gas air mata kemarin malam kami terpencar,” ujar pemuda yang mengaku bernama Ahu.
Ia mengaku sudah dua hari ia tak menerima informasi dari teman-teman satu kelompok dengannya, karena ponsel ia titipkan ke pemimpin rombongan.
Ia mengaku, sejak awal memang sudah ada rencana untuk menjarah rumah pejabat seperti rumah anggota DPR dan rumah menteri.
“Kami sudah diberi tau oleh ketua rombongan, akan ada empat rumah pejabat yang bakal dijarah, salah satunya rumah Menteri Keuangan Sri Mulyani,” kata Ahu.
Berangkat dari Cimahi
Pemuda kurus berkulit gelap itu menceritakan bagaimana ia bisa sampai di Jakarta untuk mengikuti unjuk rasa.
Ahu mengaku lahir di salah satu desa di Kabupaten Cimahi. Ia hanya bersekolah sampai tamat sekolah dasar, lalu bekerja membantu orang tua menggarap sawah sewaan.
Beberapa tahun belakangan, ia sering diajak berunjuk rasa ke Bandung dan Jakarta oleh “abang-abang” berinisial R. Ahu mengaku sudah delapan kali ikut jadi “tim pemukul” dalam unjuk rasa-unjuk rasa. Tiga di antaranya ke Kompleks Parlemen di Senayan.
Ia membeberkan, seseorang berinisial R itu biasanya mendatangi desanya di Cimahi untuk mengajak pemuda pengangguran seperti Ahu untuk ikut berunjuk rasa ke Jakarta.
“Di atas R, ada lagi bosnya seorang bapak-bapak. Pakai masker terus, jadi saya tidak tahu mukanya,” ujar Ahu.
Ajakan terkini datang pada Rabu (27/8/2025) lalu. “R mengajak kami untuk demo di DPR,” kata Ahu. Sepuluh remaja dari kampungnya pun ikut berangkat.
Sebelum berangkat, mereka diperintahkan membuat bom molotov. “Ada 160 botol yang kami buat,” kata Ahu. Ia mengatakan botol-botol itu berisi minyak tanah.
Botol-botol itu kemudian diangkut ke kendaraan minibus putih. Di dalam kendaraan, Ahu menyaksikan sudah disiapkan banyak petasan dan kembang api.
Dari Cimahi, rombongan itu berangkat menjemput “pasukan” tambahan ke Bandung. Konvoi dipimpin empat mobil. “Ada satu Alphard, Agya, Avanza, dan satu mobil lainnya tapi saya lupa mereknya,” kata Ahu sambil menambahkan bahwa dua mobil berpelat nomor F (Bogor dan sekitarnya), satu berpelat E (Cirebon dan sekitarnya), dan satu berpelat B (Jakarta).
Konvoi tersebut kemudian menjemput pasukan tambahan ke Bandung Barat, Cianjur, Sukabumi, dan akhirnya ke Bogor. Sampai Bogor, kata Ahu, rombongan bersepeda motor sudah mencapai 600-an orang.
Rombongan itu berunjuk rasa di Tangerang dulu sebelum akhirnya bergerak ke Kompleks Parlemen Senayan pada Kamis (28/08/2025). “Langsung kami serang pagarnya, petasan dibakar, bom molotov dilemparin,” kata Ahu. Komando di mobil pun ikut turun dan memanas-manasi penyerangan.
Di Kompleks Parlemen, ia mengatakan bertemu dengan rombongan lain yang direkrut dengan cara yang sama. “Ada yang dari Bandung, ada juga dari Bekasi, Medan, dan daerah lainnya,“ ujar Ahu.
Sementara sebagian kelompok beraksi di DPR, rekan-rekan Ahu yang lain membakari halte-halte Transjakarta. “Halte itu dibakar pakai molotov yang kami buat di kampung,” kata dia.
Pada Jumat (29/08/2025), kata Ahu, sudah dibicarakan rencana penjarahan ke rumah-rumah pejabat negara. Ia mengaku tak hafal nama pejabat yang rumahnya bakal dijarah. Namun Ahu berencana ikut dalam rombongan penjarah itu, karena hasil jarahan disepakati untuk dibagi.
Sementara sejak Jumat malam, aparat sudah mulai menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Saat itulah Ahu mengatakan terpisah dari rombongannya. “Saya cari-cari nggak ketemu. Terlalu banyak orangnya,” kata Ahu.
Hingga Sabtu sore, ia tak kunjung menemukan satupun anggota rombongannya. Ahu mencoba menyusul dengan angkot ke wilayah utara Jakarta. Namun tanpa telepon genggam dan uang saku yang sudah ludes, upayanya pun gagal. Akhirnya ia pasrah berjalan kaki kembali ke DPR dan menunggu rombongannya.
Ahu terkejut saat diberitahu bahwa penjarahan terhadap rumah-rumah anggota dewan sudah dilakukan pada Sabtu sore. “Waduh, saya ditinggal,” katanya.
Saat wartawan memperlihatkan video penjarahan, Ahu mengaku mengenali sebagian pelaku penjarahan tersebut.
“Abang yang naik ke atas mobil itu yang pegang hape sama jaket saya,” kata dia saat diperlihatkan video penjarahan dan perusakan kediaman politisi Nasdem, Ahmad Sahroni di Tanjung Priok, Jakarta Utara. “Itu yang baju biru juga rombongan saya, Bang,” ia melanjutkan.
“Wah pada enak mereka dapat barang-barang,” kata dia sambil menyaksikan video penjarahan tersebut.
Ia juga tak heran saat ada brankas yang diangkut. “Sebelumnya, abang-abang itu memang mengatakan, mungkin nanti ada brangkas yang bisa diambil dari rumah yang dijarah, isinya akan dibagi,” kata dia.
Terpisahnya sel-sel komando pasukan pengunjuk rasa dan penjarah itu membuat kisah Ahu sulit diverifikasi secara independen. Yang jelas, mereka bukan warga setempat.(TH05)