Banda Aceh. RU – Konser Panggung Sumpah Pemuda yang rencananya dimeriahkan Slank dan D’Masiv di lapangan Panahan Kompleks Stadion Harapan Bangsa, Sabtu malam 25 Oktober 2025) gagal digelar.
Gagalnya konser ini karena pihak Dispora Aceh tidak memberikan izin penggunaan stadion sebelum panitia melunasi biaya sewa tempat yang mencapai Rp700 juta.
Acara berskala nasional ini digagas oleh PT Erol Perkasa Mandiri, bekerja sama dengan GRANAT (Gerakan Nasional Anti Narkotika), Badan Narkotika Nasional dan Kepolisian Daerah (Polda) Aceh.
Kegiatan ini, rencananya juga diisi dengan dengan shalat berjamaah dan doa dengan menghadirkan ustadz dari nasional, serta edukasi atau kampanye tentang pencegahan narkoba.
Namun pihak panitia menyesalkan gagalnya konser akibat masalah sewa lapangan di area Stadion Harapan Bangsa.
“Tarif sewanya jauh lebih mahal dari sewa stadion utama atau GOR. Untuk event berbayar seperti kami, biaya normal di stadion utama hanya sekitar Rp 8 juta per malam,” kata Panitia Bidang Keamanan, Hafidh, Sabtu malam 25 Oktober 2025.
Hafidh menjelaskan, tarif sewa lapangan panahan Komplek Stadion Harapan Bangsa itu ditetapkan mengacu pada Qanun Retribusi tanah kosong, bukan standar venue olahraga lain di kompleks tersebut.
Berdasarkan hasil asesmen, kata Hafidh, dinyatakan luas lahan di sana sekitar 14.523 meter persegi dengan tarif Rp 10.000 per meter per hari, sehingga muncul angka Rp145,5 juta per hari.
Dengan durasi penggunaan selama lima hari, total biaya mencapai sekitar Rp 700 juta.
Angka tersebut terlalu mahal jika dibandingkan dengan biaya sewa stadion utama hanya sekitar Rp8 juta per malam.
Sementara itu, Panitia Bidang Perizinan, Mauval mengatakan, seluruh proses administrasi dan izin kegiatan telah diurus sejak awal, termasuk dari perangkat desa hingga rekomendasi dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), DPMPTSP, hingga Polda Aceh.
Namun, kata dia, persoalan muncul setelah pihak Dispora menetapkan biaya retribusi sewa lapangan panahan di komplek stadion Harapan Bangsa yang dinilai terlalu tinggi.
“Tapi saat proses loading barang, kami baru diberitahu soal biaya sewa yang fantastis itu,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, event konsultan, Steffy Burase mengaku kecewa terhadap penundaan event ini.
Menurutnya, terkait biaya sewa yang fantastis tersebut sudah dicarikan solusi untuk dilakukan pembayaran setelah acara selesai, tetapi pihak panitia tidak juga mendapat kelonggaran.
“Sebenarnya kami minta agar dibayarkan di belakang dan even ini 100 persen edukasi,” katanya.
Dirinya menegaskan, karena Aceh merupakan daerah syariat, sebelum memproses izin ini, pihaknya sudah terlebih dahulu berkonsultasi dengan ormas hingga MPU, sehingga baru dilanjutkan pada proses perizinan lainnya.
Steffy menuturkan, kegiatan ini sebenarnya juga bagian dari dakwah kepada anak muda Aceh agar tidak terjerumus atau menghindari narkotika, karena itu disiapkan sesi khusus kampanye pencegahan narkoba dan ceramah agama.
Langkah ini penting mengingat rata-rata yang terjerat narkoba itu anak muda berusia 15-35 tahun, dan Aceh merupakan jalur transit internasional narkotika.
Kehadiran Slank dan D’Masiv sebenarnya hanya untuk mengundang banyak orang datang ke acara.
“Dengan cara-cara seperti inilah kita bisa berdakwah kepada anak-anak, ini adalah jalan yang menurut kami paling bisa diterima oleh mereka. Lalu, kami menggembar-gemborkan Slank dan D’Masiv agar banyak orang datang,” katanya.
Steffy kembali menegaskan bahwa kegiatan ini tidak dibatalkan, tetapi ditunda sampai nantinya ada perkembangan terbaru. Mengingat, biaya yang sudah dikeluarkan untuk persiapan juga cukup besar.
Ia menambahkan, berdasarkan informasi yang diterima, Pemerintah Aceh berencana melakukan rapat mengenai pelaksanaan konser di Aceh.
“Jadi kami menunggu hasil keputusan, tergantung keputusan pemerintah Aceh. Kalau konser itu diperbolehkan, Insya Allah kami akan menentukan tanggal berikutnya, kami harap mendapatkan support,” demikian ujar Steffy Burase.(TH05)















