Kanada Ingin Perkuat Kerja Sama Budaya dengan Aceh

Wali dan Dubes Kanada
Pertemuan Wali Nanggroe dan Dubes Kanada di Banda Aceh. (Foto: Humas Wali Nanggroe)

Banda Aceh. RU – Duta Besar Kanada untuk Indonesia, Jess Dutton, mengatakan negaranya ingin memperkuat hubungan dan kerja sama dengan Aceh, khususnya di bidang kebudayaan dan kegiatan yang mempererat hubungan antarmasyarakat.

Hal tersebut disampaikan saat melakukan pertemuan dengan Wali Nanggroe Aceh, PYM Tgk Malik Mahmud Al Haythar, di Meuligoe Wali Nanggroe, Rabu 5 November 2025.

Dalam kunjungan perdananya ke Aceh sejak menjabat sebagai perwakilan diplomatik Kanada di Indonesia, Dubes Dutton mengaku senang dapat bertatap muka langsung dengan Wali Nanggroe.

“Ini adalah kunjungan pertama saya ke Aceh, dan saya sangat senang dapat bertemu dengan Wali Nanggroe. Kami berdiskusi mengenai peran penting yang beliau jalankan di Aceh, serta tentang keterlibatan Kanada di wilayah ini selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Dutton menjelaskan, kunjungan tersebut juga menjadi kesempatan untuk memahami lebih dalam kebudayaan dan warisan Aceh sebagai bagian penting dari Indonesia.

“Ke depan, saya berharap hubungan dan kerja sama antara Kanada dan Aceh dapat semakin berkembang, terutama dalam bidang kebudayaan dan kegiatan-kegiatan yang memperkuat hubungan antarmasyarakat,” kata dia. 

Dalam pertemuan tersebut, Dubes Dutton didampingi oleh Arielle Sobhani (Second Secretary, Political and Public Affairs), Novi Anggriani (Senior International Assistance Officer), dan Lina Farsia (interpreter).

Sementara itu, Wali Nanggroe yang didampingi Staf Khusus, Muhamad Raviq menyambut hangat kedatangan Duta Besar Kanada dan rombongannya.

Ia menyebut kunjungan tersebut sebagai kehormatan besar bagi dirinya dan masyarakat Aceh. 

“Kami sangat bergembira atas kunjungan Duta Besar Kanada hari ini. Ini merupakan suatu kehormatan besar bagi kami, bagi saya pribadi, dan bagi masyarakat Aceh,” ujarnya.

Malik Mahmud juga mengingatkan bahwa hubungan Aceh dan Kanada memiliki sejarah panjang, termasuk pada masa konflik dan setelah bencana tsunami 2004. Pada masa konflik dahulu, Kanada sempat menunjukkan keinginannya untuk turut berperan sebagai mediator.

“Namun karena situasi dan jarak geografis yang cukup jauh, akhirnya proses komunikasi waktu itu lebih banyak dilakukan melalui pihak lain yang lebih dekat, seperti di Swedia dan Helsinki,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan apresiasi atas bantuan Kanada pascatsunami 2004 yang disebutnya sebagai bukti nyata persahabatan antara kedua pihak. 

“Kami tidak akan pernah melupakan hal itu. Segala bentuk dukungan tersebut akan tetap tercatat dalam sejarah Aceh sebagai bagian dari persahabatan yang luar biasa,” ujarnya.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *