Banda Aceh. RU – Aceh menjadi akan menjadi garda terdepan pertahanan wilayah Indonesia untuk mencegah segala bentuk serangan yang mungkin terjadi dalam situasi perang global yang terjadi saat ini.
Rencana menjadikan Aceh sebagai garda terdepan atau frontier barat dalam sistem pertahanan nasional itu mengemuka dalam pertemuan antara Komandan Sekolah Staf dan Komando (Sesko) TNI, Marsekal Madya TNI Arif Widianto, dengan Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, di Meuligoe Wali Nanggroe, Banda Aceh, Minggu, 2 November 2025.
Dalam pertemuan itu, Wali Nanggroe menekankan bahwa perdamaian Aceh merupakan bagian dari kekuatan strategis bangsa, bukan tanda kelemahan.
“Menjaga Aceh berarti menjaga Indonesia, dan Indonesia harus memuliakan Aceh,” ujar Malik Mahmud.
Ia juga memaparkan Konsep Nota Strategis Aceh 2025–2035 yang menempatkan Aceh sebagai Frontier Barat Republik Indonesia dengan tiga agenda utama.
Pertama; pembangunan sistem pertahanan maritim dan pesisir (Marine & Coastal Defense System).
Kedua; penguatan ekonomi maritim dan hilirisasi energi.
Dan ketiga; pembangunan inklusif pascakonflik.
Sebagai salah satu penandatangan MoU Helsinki 2005 antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Malik Mahmud menegaskan bahwa perdamaian adalah strategi ketahanan nasional jangka panjang.
“Perdamaian Aceh adalah fondasi bagi kekuatan bangsa, bukan sekadar kesepakatan politik,” tegasnya.
Sementara itu, Marsekal Madya TNI Arif Widianto menyampaikan bahwa Aceh memiliki peran vital dalam pertahanan dan kemanusiaan nasional.
“Aceh pernah menjadi medan konflik, kini menjadi ruang pembelajaran bagi calon pemimpin TNI dalam ketahanan, kesetiaan, dan keseimbangan antara kekuatan serta kemanusiaan,” ujarnya.
Kunjungan tersebut juga bertepatan dengan Latihan Penyusunan Rencana Tindakan Kontinjensi (Latniskontinjensi) bagi Perwira Siswa Dikreg ke-54 Sesko TNI di Banda Aceh.
Latihan ini bertujuan meningkatkan kesiapsiagaan perwira dalam menghadapi krisis dan bencana secara cepat, tepat, dan terpadu.
Dalam pertemuan itu, kedua pihak sepakat memperkuat sinergi antara militer dan sipil melalui riset keamanan maritim, latihan terpadu, serta pengembangan Pusat Pertahanan–Ekonomi Regional (Regional Defense–Economic Hub) di Aceh.
Inisiatif ini diharapkan menjadi model pertahanan nasional yang berorientasi pada perdamaian dan kesejahteraan rakyat.
Menutup pertemuan, Wali Nanggroe menegaskan kembali komitmen Aceh terhadap NKRI.
“Aceh tetap menjadi perisai barat Indonesia dan rumah besar perdamaian. Loyalitas Aceh kepada Republik akan abadi, selama ditegakkan dengan keadilan dan kehormatan,” pungkasnya.(TH05)















