“Sekolah ini bukan hanya tempat belajar, tapi ruang bagi para lansia untuk menemukan kembali makna hidup dan kebahagiaan.” [Irjen Pol. (P) Drs. Armia Pahmi, MH, Bupati Aceh Tamiang].
DI SEBUAH aula sederhana milik PTPN IV Perkebunan Pulau Tiga, Minggu pagi itu terasa seperti lembar baru dalam hidup sejumlah warga lanjut usia. Dengan toga menutupi bahu dan senyum yang tak pernah lelah, mereka berdiri gagah [menatap masa depan, bukan masa lalu].
Itulah momen ketika Sekolah Lansia Bahagia Bersama menggelar wisuda perdananya. Bukan wisuda biasa, melainkan perayaan akan semangat yang tak lapuk dimakan usia. Di usia senja, mereka membuktikan bahwa belajar dan bahagia tak pernah mengenal kata terlambat.
Program yang digagas Tim Penggerak PKK Aceh Tamiang bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DPMKPPKB) ini diikuti 25 peserta lansia.
Selama tiga bulan, mereka rutin datang ke kelas; belajar tentang kesehatan, spiritualitas, keterampilan hidup, hingga seni menikmati masa tua.
Bupati Aceh Tamiang, Irjen Pol. (P) Drs. Armia Pahmi, MH, hadir langsung pada hari itu. Ia menatap para lansia yang duduk di barisan depan dengan senyum bangga.
“Sekolah ini bukan hanya tempat belajar,” ujarnya pelan, “tetapi ruang bagi para lansia untuk menemukan kembali makna hidup, kebahagiaan, dan harga diri di masa emas mereka.”
Bupati Armia menegaskan, meningkatnya usia harapan hidup di Aceh Tamiang adalah peluang untuk membangun budaya menghargai dan memberdayakan lansia [bukan menyingkirkan mereka dari ruang sosial].
“Mereka adalah aset kebijaksanaan bangsa,” tambahnya, “yang harus kita rawat dengan kasih dan rasa hormat.”
Ketua Panitia, M. Ilham Malik, S.STP, menjelaskan bahwa para peserta menjalani 12 kali pertemuan tatap muka.
“Kami ingin memastikan mereka tetap sehat, mandiri, aktif, dan produktif,” katanya. “Belajar bukan tentang usia, tapi tentang menjaga semangat hidup.”
Puncak acara berlangsung haru. Satu per satu, Bupati memindahkan tali toga di kepala para wisudawan. Beberapa meneteskan air mata.
Ada yang menunduk lirih berdoa, ada yang tertawa kecil saat cucunya berteriak dari barisan penonton, “Nenek, keren!” Ketua TP-PKK Ny. Yuyun Armia kemudian menyerahkan sertifikat kelulusan dengan senyum lembut.
“Semangat mereka adalah cermin bagi kita semua,” katanya, “bahwa bahagia bisa diciptakan kapan pun, bahkan di usia 70.”
“Belajar bukan soal muda atau tua, tapi tentang menjaga semangat hidup agar tetap menyala.” M. Ilham Malik, S.STP, Ketua Panitia Sekolah Lansia.
Ketika lagu penutup diputar, beberapa lansia berdiri perlahan.
Mereka saling menggenggam tangan, seolah tak ingin hari itu usai. Di wajah mereka, kebahagiaan hadir bukan karena gelar, tapi karena pengakuan; bahwa mereka masih dihargai, masih dibutuhkan, dan masih bisa memberi arti.
Di tengah hiruk pikuk dunia yang sering melupakan usia tua, Aceh Tamiang menyalakan secercah harapan: bahwa di ujung senja, masih ada cahaya yang hangat [datang dari hati yang terus belajar untuk bahagia]. [].















