Banda Aceh. RU – Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh memastikan tidak ada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pada periode tahun 2025. Hal ini disampaikan menyusul adanya pemberitaan nilai PBB melonjak dua tahun berturut-turut dan penolakan masyarakat di sejumlah daerah lain di Indonesia atas kenaikan PBB.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Kota (BPKK) Banda Aceh, Alriandi Adiwinata menjelaskan, penyesuaian nilai PBB di Banda Aceh terakhir dilakukan tahun 2024 lalu, melalui pembaruan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
“Untuk tahun 2025, tidak ada kebijakan kenaikan tarif maupun nilai PBB. Perbedaan yang terjadi disebabkan oleh faktor teknis pada sistem database dan terjadi pada objek pajak tertentu saja,” ujarnya, dikutip Selasa (02/09/2025).
Menurut Alriandi,berdasarkan ketentuan UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penyesuaian NJOP merupakan hal yang perlu dilakukan secara berkala setiap 3 tahun sekali. Tujuannya, agar nilai aset masyarakat tidak terpaut jauh dari harga pasar.
“Ini justru melindungi masyarakat, terutama ketika mereka ingin menggunakan asetnya sebagai agunan pinjaman atau saat terkena pembebasan lahan untuk proyek pemerintah,” katanya.
Alriandi menyebut, sejak pengalihan kewenangan pemungutan PBB ke Pemerintah Kota, Banda Aceh baru dua kali menyesuaikan NJOP, yakni pada 2017 dan 2024.
“Artinya, penyesuaian tidak dilakukan setiap tahun. Justru kami sangat berhati-hati agar penyesuaian NJOP tidak membebani warga. Saat ini, NJOP yang telah ditetapkan oleh Pemko Banda Aceh hanya setengah dari nilai Zona Nilai Tanah (ZNT) yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ungkapnya.
Ia menambahkan, penyesuaian NJOP tahun 2024 juga dibarengi dengan kebijakan peningkatan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dari Rp 25 juta menjadi Rp 135 juta. Dampaknya, sebanyak 19.884 objek pajak masyarakat miskin kini dibebaskan dari kewajiban PBB.
“Jumlah Objek PBB di Banda Aceh pascapenyesuaian NJOP turun dari 80.000-an menjadi sekitar 60.000 objek pada tahun 2024. Artinya, akibat kebijakan tersebut, ada 20.000 keluarga prasejahtera yang saat ini tidak diwajibkan membayar PBB,” tuturnya.(TH05)