Koalisi Sipil Aceh Desak Mualem Surati Prabowo: Tetapkan Status Bencana Nasional

Banjir longsor
Banjir bandang disertai longsor yang menghancurkan perkampungan di Aceh Tengah. (Foto: Dok Warga)

Banda Aceh. RU – Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana mendesak Gubernur Aceh Muzakir Manaf agar bersurat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk segera menetapkan banjir Sumatra sebagai Bencana Nasional. 

Hingga saat ini Gubernur Aceh telah dua kali menetapkan status darurat bencana daerah, tetapi penanganan krisis masih berjalan lamban.

Belum lagi ke depan kita akan dihadapkan dengan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, pada tahapan ini tentu akan sangat berat jika pelaksanaannya masih berada tingkat daerah. 

Menurut Juru Bicara Koaliasi Masyarakat Sipil Peduli Bencana, Aulianda Wafisa, respons penanganan banjir dan longsor di Aceh hingga kini belum berjalan secara masif dan tertangani dengan baik.

Sudah empat pekan pascabencana, masih ada masyarakat korban terdampak berada di pengungsian, meunasah, maupun balai-balai desa.

Lumpur dan kayu-kayu bekas banjir masih bersarang di rumah dan pemukiman warga. 

“Masalah lainnya adalah ketersediaan air bersih, hingga saat ini masih ada masyarakat memanfaatkan air sungai atau bekas tampungan hujan untuk dikonsumsi serta mencuci pakaian,” kata Aulianda, Rabu (24/12/2025).

Dia mencontohkan di kabupaten terdekat seperti Pidie Jaya.

Banjir yang melumat sejumlah desa di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Meureudu masih menyisakan lumpur dengan ketinggian mencapai dua meter.

Kondisi tersebut tidak mungkin diselesaikan dengan alat sederhana, tetapi memerlukan alat berat, sementara warga korban tidak memiliki akses atas alat berat. 

Beberapa korban juga terpaksa mengeluarkan uang hingga jutaan rupiah demi membayar jasa pihak lain untuk membersihkan rumahnya dari lumpur dan tumpukan kayu, dan tidak semua korban punya kemampuan finansial pada situasi seperti ini.

Di wilayah tengah Aceh, sebanyak 70.326 jiwa masih terisolir akibat akses jalan terputus.

Angka tersebut, tersebar di dua kabupaten yaitu Bener Meriah dan Aceh Tengah, dengan rincian; sebanyak 58 desa di Bener Meriah dengan jumlah 35.611 warga, dan 48 desa di Aceh Tengah berjumlah 34.715 jiwa.

Akses untuk menembus dua kabupaten ini juga masih berat meski jembatan Teupin Mane yang menghubungkan Bireuen-Bener Meriah sudah bisa dilalui serta Jalan KKA yang menghubungkan Aceh Utara-Bener Meriah, tetapi jalan ini telah ditutup sementara waktu karena ada pembangunan jembatan bailey.

Relawan yang telah berhasil memasuki Bener Meriah dan Aceh Tengah tidak cukup menggunakan kendaraan, baik roda dua maupun empat.

Mereka juga harus berjalan kaki naik-turun melewati sungai lantaran beberapa titik masih terputus.

Menurut koalisi, masa tanggap darurat daerah fase kedua yang ditetapkan Gubernur Aceh Muzakir Manaf, akan berakhir pada 25 Desember 2025.

Sudah saatnya Gubernur perlu bersurat secara resmi kepada Presiden RI untuk segera menetapkan status Bencana Nasional agar arah kebijakan penanganan bencana lebih tepat sasaran, jelas, terukur, dan fokus pada korban. 

“Kita tidak mungkin membiarkan situasi warga bantu warga, bahkan korban bantu korban ini terlalu lama. Pemerintah mesti segera melaksanakan kewajibannya,” katanya.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana Aceh ini terdiri dari LBH Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), KontraS, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI) dan ICAIOS.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *