Asal Muasal Khanduri Laot yang Hingga Kini Menjadi Tradisi Nelayan Aceh

Khanduri_Laot
Festival khanduri laot di Sabang. (Foto: Dok Disbudpar Aceh)

Sabang. RU – Khanduri laot (kenduri laut) merupakan suatu tradisi masyarakat nelayan di Aceh yang menjadi bagian kekayaan budaya nusantara, dan selalu menjadi daya tarik wisata.

Tapi taukah kamu bagaimana tradisi ini tumbuh di tengah masyarakat sejak dulu hingga bertahan sampai saat ini? Mari simak ulasannya.

Menurut kepercayaan sebagian masyarakat di Aceh, asal muasal peringatan khanduri laot itu dilatarbelakangi dengan peristiwa karamnya kapal yang digunakan oleh seorang anak panglima yang pergi melaut pada jaman dahulu.

Namun anak panglima ini selamat, setelah seekor ikan lumba-lumba mendamparkannya ke pinggir pantai.

Sebagai rasa syukur atas keselamatan anak panglima itu maka diadakanlah khanduri laot selama tujuh hari-tujuh malam, dan peringatan itu kemudian berlangsung sampai sekarang.

Dalam pelaksanaannya, khanduri laot biasa dilakukan menjelang musim timur atau ketika musim barat akan berakhir (sekitar bulan Oktober hingga Desember setiap tahunnya).

Khanduri laot bagi masyarakat nelayan Aceh merupakan sebuah perwujudan hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan dengan Sang Pencipta dan lingkungan sekitarnya dalam menghadapi lingkungan setempat.

Selain itu, pelaksanaan adat khanduri laot merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kehidupan bagi para nelayan dan warga yang berdomisili di pesisir pantai.

Pada saat pelaksanaan khanduri laot, dinyatakan tiga hari pantang laot pada acara kenduri laot dihitung sejak keluar matahari pada hari kenduri hingga tenggelamnya matahari pada hari ketiga.

Adat khanduri laot di masing-masing daerah tingkat Kabupaten/Kota dalam Provinsi Aceh juga mempunyai ciri khas tersendiri dan bervariasi satu dengan yang lainnya menurut keadaan masing-masing daerah, dan tetap memperhatikan nilai-nilai yang Islami.

Tradisi ini lazim, sebagaimana dahulunya tradisi khanduri laot adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan pada setiap daerah pesisir yang merupakan wilayah Panglima Laot, baik di tingkat lhok (teluk) maupun di kabupaten .

Namun pada umumnya, khanduri laot dimulai dengan duek pakat (musyawarah mufakat) masyarakat nelayan dan Panglima laot Kabupaten/lhok.

Musyawarah ini digelar untuk menentukan waktu pelaksanaan, kepanitiaan dan lain-lain.

Sumber dana pelaksanaan khanduri laot biasanya berasal dari penggalangan iuran dari masyarakat nelayan sesuai kemampuan, dan menentukan hewan (kambing/kerbau/lembu) yang disembelih serta jumlah yang akan dikurbankan sebagai menu utama simbolis dari khanduri laot.  

Pelaksanaan upacara khanduri laot dimulai dengan mempersiapkan berbagai persajian makanan untuk para tamu dan warga, serta perlengkapan peusijuk (ditepung tawari) termasuk mempersiapkan perahu/bot dari salah satu nelayan untuk mengantar sesaji yang akan dibawa ke tengah laut.

Namun saat ini, prosesi mengantar sesaji sudah banyak ditinggalkan karena dinilai bertentangan dengan syariat Islam yang berlaku di Aceh.

Sementara itu, khanduri akan dimulai setelah shalat Subuh, dimana peserta yang hadir akan bertadarrus membaca ayat-ayat suci Al-Quran, zikrullah dan shalawat Nabi bersama anak-anak yatim.

Panglima laot kabupaten/lhok memandikan kerbau/kambing/lembu yang akan disembelih sebagai menu utama hidangan kenduri.

Selesai dimandikan, kerbau tersebut dipeusijuk (ditepung tawari) oleh panglima laot kabupaten/lhok yang diikuti oleh tengku/imum dan tokoh masyarakat dan kemudian disembelih.

Dahulu, di beberapa daerah khususnya wilayah pesisir Kabupaten Aceh Timur, sebelum kerbau disembelih, nelayan akan melakukan ritual memakaikan kain putih pada kerbau, dan dihias serta dikalungkan bunga-bunga, kemudian kerbau itu diarak menyusuri bibir pantai diiringi takbir dan shalawat Nabi.

Jadi tidak mengherankan, selama tujuh hari sebelum acara kenduri laot dilaksanakan, pantai selalu penuh ramai oleh masyarakat yang menyaksikannya.

Namun saat ini, proses mengarak kerbau menyusuri bibir pantai telah banyak ditinggalkan.

Setelah upacara penyembelihan, daging kerbau kemudian dimasak dengan racikan bumbu khas Aceh.

Masyarakat nelayan baik laki-laki maupun wanita berbagi tugas, ada yang memasak, mempersiapkan tempat, menyambut tamu dan lainnya.

Selanjutnya, seluruh undangan bersama masyarakat tua dan muda hingga anak-anak akan menyantap hidangan bersama, diselingi pementasan seni tradisi yang menghibur.

Bahkan jika kenduri tersebut dihadiri para wisatawan, masyarakat juga akan mengajak untuk makan bersama, karena dalam masyarakat Aceh juga melekat adat peumulia jamee (memuliakan tamu-red).

Jadi, jika kebetulan Anda mengunjungi Aceh bertepatan dengan pelaksanaan khanduri laot, tak perlu sungkan untuk menerima ajakan makan bersama, bahkan masyarakat akan merasa tersanjung saat Anda menikmati hidangan kenduri tersebut.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *