Mobil innova silver bertenaga 2500cc itu bergerak cepat, menuju arah Timur Kota Kualasimpang. Ibukota Kabupaten Aceh Tamiang. Pagi pukul 07.00 WIB Selasa, 17 September 2025.
Di dalamnya duduk sigap empat orang pegiat lingkungan di Kabupaten Ujung Timur provinsi Aceh, Sayed Zainal M, SH. Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari), Syawaluddin Ksp; Ketua Komunitas Jurnalis Lingkungan Aceh Tamiang (KJL-AT) beserta dua pengurus KJL-AT; Abdul Karim dan Yusda.
Tujuannya, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Sikundur, Blok Tenggulun. Kecamatan Tenggulun. Sebab ada ratusan hektar kebun kelapa sawit ilegal milik mafia tanah Jumadi CS dan investor ilegal asal Kota Medan di eksekusi [Di tumbang].
Sebab lokasinya berada dalam kawasan konservasi TNGL Sikundur, Blok Tenggulun yang mereka rambah, babat dan dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
Sejumput tanah paru-paru dunia itu mulai keropos, juntaian pelepah sawit sombong yang membelah jalan, menemani selama perjalanan kami.
Tampak sembulan bekas tebangan tegakkan [Ratusan tahun usianya] tunggul akar kayu Damar, Meranti, Kerueng dan Merbau yang ditebang puluhan tahun lalu oleh Hak Penguasaan Hutan (HPH) membuat sesak mata memandang.
Pembabatan terhadap laju kerusakan kawasan yang dilindungi oleh dunia, serta kawasan strategis nasional di bawah naungan Asean Park Haritage dan UNISCO adalah ekologi warisan dunia dan cagar biosfer bagi kehidupan satwa liar dan manusia.
Kulit bumi itu menganga, di grogoti oleh kerakusan dan ketamakan manusia mengumpulkan ‘cuan’ dengan pundi-pundi rupiah dari hasil haram.
Jarak tempuh ke lokasi eksekusi [penumbangan] pohon kelapa Sawit ilegal, kisaran 65 kilometer arah Utara kota Kualasimpang.
Dengan vegetasi, Perkebunan Kelapa Sawit serta Hutan Gegas berbaigroun bentangan gunung Bukit Barisan yang menakjubkan mampu memanjakan mata memandang.
Sesekali tim disuguhkan oleh lintasan air bening Sungai Rengas dengan bebatuan besar, menambah decak kagum kuasa lukisan Allah.
Sejatinya begitu, namun karena pongahnya manusia, bentangan kulit bumi itu porak poranda diberangus dengan dalih “Ini Areal Penggunaan Lain (APL)” 971 hektar kawasan konservasi TNGL itu hancur beralihfungsi di konservasi TNGL Sikundur Blok Tenggulun.
Tak ada lagi nyanyian Orangutan, Wow Wow, Imbo yang bergelantungan di dahan saling bersahutan, seakan mereka berkata, “Tak adalagi rumah kami tempat berpijak”.
Kini sunyi, sepi, menyisakan bentangan alam yang terbuka lebar. Auman raja hutan [Harimau] hanya menyisakan legenda panjang bagian dari sejarah hutan tropis Aceh yang gundul.
Tak terlihat lagi koridor [Lintasan] Gajah liar, apalagi gerombolan mereka. Semua tinggal bagian dari catatan tentang ramainya satwa liar yang menghuni hutan Aceh nan eksotik.
Yang terlihat dan tersusun rapi jutaan perdu kelapa Sawit [Pohon Uang] pendatang bencana alam yang terlihat angkuh. Tegak bergeming, menyelimuti hamparan kawasan konservasi TNGL.
Ini Kawasan Siaga Satu
Kami memasuki Pos Satu Penertiban Kawasan Hutan (PKH) di i6, terlihat puluhan pakaian loreng bersenjata lengkap perintahkan kami turun.
Tatapan mata mereka teduh, namun sangat tajam, menelisik gerakan kami. “Bapak-bapak mau ketemu siapa?,” tanya seorang TNI kepada kami. Spontan Sayed Zainal menjawab, “Kami mau ketemu pak Handoko,” kata Sayed.
Dengan serta Merta mereka memerintahkan kami turun dari mobil, langsung saja, Sayed Zainal mengenalkan diri. “Kami dari LembAHtari dan KJL-AT, Pegiat lingkungan dari LSM dan Komunitas Jurnalis Lingkungan Aceh Tamiang, kami di undang pak Handoko ke sini,” jelas Sayed.
Lalu Sayed di bantu Abdul Karim menjawab apa yang mereka tanya, “Kami juga mau ketemu Dankorwil Satgas PKH Garuda RI,” Sebut Karim dan Sayed
“Maaf pak, wilayah ini dalam penguasaan kami dengan status siaga satu. Kami hanya menjalankan protab dan SOP. Bapak kan tahu apa itu siaga satu. Sebab ada isu pihak yang tidak senang akan mencoba mengganggu wilayah kerja kami, mengeksekusi kebun kelapa sawit ilegal di kawasan konservasi TNGL,” jelas seorang TNI senior, atau Danru Satgas PKH.
Setelah mereka, mem-foto dan berkomunikasi dengan Handoko dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) serta Dankorwil Satgas PKH Garuda RI.
Kami pun dipersilahkan masuk ke Base Camp gabungan BBTNGL dan Satgas PKH. “Sekali lagi maaf pak, kami hanya menjalankan perintah, Protab dan atau SOP saja. Silahkan bapak-bapak masuk ke dalam,” ujar Danru Satgas PKH.
Tujuh Warga Serahkan Kebun Ilegal
Komandan Koordinator Wilayah (Dankorwil) Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda RI Aceh, Sumut dan Sultra. Terlihat sangat bersemangat.
Bukan tanpa alasan, ada tujuh pemilik kebun kelapa sawit ilegal di kawasan konservasi TNGL diserahkan ke Satgas PKH untuk diberangus.
Harapan besar seorang Dankorwil Satgas PKH Garuda RI itu, bahwa; okupasi kebun kelapa Sawit ilegal yang digarap perorangan, kelompok dan atau mafia kebun hingga 30 September 2025 mendatang selesai di tumbangi sesuai target.
“Saya senang, masyarakat sudah mulai sadar, kalau yang mereka lakukan adalah hal yang salah. Sebab yang mereka alih fungsikan merupakan Biosfer Dunia, ini langkah positif yang harus di apresiasi,” jelasnya.
Dalam dua hari berturut-turut, masyarakat Kecamatan Tenggulun, secara sukarela menyerahkan kembali lahan-lahan yang selama ini digarap di dalam kawasan TNGL untuk direstorasi.
Pada 17 September 2025, tujuh warga mendatangi Posko Operasi Restorasi TNGL dan menyerahkan total puluhan hektare kebun sawit, durian, jeruk, nilam, padi, hingga rambutan. Penyerahan ini dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa lahan tersebut merupakan kawasan konservasi dunia yang harus dijaga.
Sehari setelahnya, 18 September 2025, kesadaran yang sama kembali terlihat. Dua warga lainnya menyerahkan 40 hektare kebun sawit yang mereka kelola di dalam TNGL. Dengan demikian, total penyerahan sukarela selama operasi restorasi di Tenggulun mencapai 80 hektare.
Yang menguatkan Satgas PKH, ruhnya adalah kesadaran masyarakat pelaku didukung Forkopimcam Tenggulun, perangkat desa, serta perwakilan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dan Balai Besar TNGL (BBTNGL).
Dankorwil Aceh, Sumut dan Sultra Satgas PKH Garuda RI mengapresiasi kesadaran masyarakat, menyebutnya sebagai modal sosial yang harus terus dirawat agar upaya restorasi TNGL berlangsung berkesinambungan.
“Ini adalah langkah nyata masyarakat untuk menyelamatkan warisan dunia. Restorasi bukan sekadar mengembalikan fungsi hutan, tetapi juga menyelamatkan generasi mendatang dari ancaman krisis ekologi,” ujar Dankorwil.
Penyerahan Sukarela Disertai Laporan Penipuan
Pada kesempatan tersebut, masyarakat juga menyampaikan keluhan serius. Mereka mengaku kerap menjadi korban penipuan oleh oknum-oknum yang memperjualbelikan tanah di dalam TNGL. Lahan yang ditawarkan sebagai “kebun” ternyata masuk kawasan taman nasional.
Masyarakat mendesak agar para pelaku penjualan tanah ilegal ini ditindak tegas. Dankorwil berjanji meneruskan laporan tersebut kepada aparat penegak hukum (APH) dan mendorong masyarakat membuat laporan resmi agar kasus penipuan ini dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.
Pentingnya Restorasi TNGL
Restorasi berarti mengembalikan fungsi kawasan sesuai peruntukannya. Dalam konteks TNGL, ini adalah upaya memulihkan ekosistem hutan tropis yang menjadi habitat satwa langka seperti orangutan, harimau sumatra, dan gajah Sumatera.
“Upaya ini tidak hanya penting bagi Indonesia, tetapi juga memiliki dampak global dalam menjaga keseimbangan iklim dan keanekaragaman hayati dunia,” katanya.
Tidak Membuka Bentangan Kawasan Konservasi TNGL Dialihfungsikan
Sekali lagi Kepala Balai Besar Taman Gunung Leuser (BBTNGL) Subhan, menyebut bahwa; gerakan restorasi hasil kolaborasi Satgas PKH Garuda RI dan beberapa institusi lainnya mengembalikan fungsi kawasan Biosfer Dunia seperti semula adalah langkah tegas dan bijak pemerintah RI.
Restorasi harus terus berjalan, sesuai harapan, mengembalikan kawasan Konservasi TNGL. Terutama itu, mengajak masyarakat yang telah terlanjur merambah dan membabat dialihfungsikan secara sukarela menyerahkan kebun mereka ke Satgas PKH Garuda RI.
Gerakan BBTNGL dan Satgas PKH Garuda RI pun masive, merestorasi kebun ilegal yang berada di kawasan konservasi.
Subhan menyebut bahwa; Penumbangan tanaman kelapa sawit illegal di lokasi tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan penumbangan sebelumnya di lokasi ASS, PT. SSR, eks PT S.
“Saya berharap kegiatan penumbangan di lokasi ini juga dapat berjalan dengan baik dan lancar sampai tuntas,” harapnya.
Himbauannya; kepada siapapun agar tidak lagi melakukan aktivitas illegal di dalam kawasan TNGL, mengajak secara bersama sama mendukung untuk memulihkan kembali kawasan konservasi TNGL untuk kepentingan masyarakat banyak.
Subhan membeberkan, restorasi dimaksud mengerahkan 8 unit alat berat [excavator] untuk menumbang 80,14 hektar perkebunan kelapa sawit ilegal yang berada di i2, i5 dan i6.
Terindikasi milik JM di i2 dan i6 ada 168,31 hektar dengan berbagai jenis tanaman dan di Kabel Gajah ada 131,29 hektar juga dengan tanaman berbagai jenis.
Kedua lokasi tersebut, akan dilakukan restorasi secara bertahap oleh Satgas PKH Garuda RI.
“Sekali lagi harapan saya, mari kita berkolaborasi bersama kearifan lokal, agar tahapan restorasi ini bisa berakhir sesuai harapan kita,” pungkasnya.
LembAHtari dan KJL-AT terus Ungkap Laju Kerusakan Konservasi TNGL
LembAHtari dan KJL-AT terus menyuarakan dan mengungkap berdasarkan data dan fakta, terkait laju kerusakan kawasan konservasi TNGL Sikundur blok Tenggulun.
Pengungkapan kerusakan tidak hanya di wilayah hulu [Konservasi TNGL] tetapi juga wilayah hilir titik fokus kampanye lingkungan kedua lembaga itu.
Rabu, 17 September 2025. Tim gabungan LembAHtari dan KJL-AT menyaksikan atas tindakan tegas yang dilakukan oleh tim BBTNGL dan Satgas PKH Garuda RI menumbangi [Restorasi] kebun kelapa Sawit Ilegal yang berada dalam kawasan konservasi TNGL.
“Atas tindakan tegas ini, kolaborasi BBTNGL dan Satgas PKH Garuda RI kami dukung sepenuhnya, dengan menyuarakan tetap menjaga kawasan konservasi TNGL tidak di rambah atau dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa Sawit,” jelas Sayed.
Apalagi itu, LembAHtari dan KJL-AT menghimbau kepada para pembabat dan perambah yang telah mengalihfungsikan kawasan konservasi TNGL tersebut menjadi perkebunan kelapa Sawit, agar secepatnya menyerahkan lahan yang mereka garap kepada Satgas PKH Garuda RI.
Jika hal itu tak dihiraukan, Satgas PKH Garuda RI akan mengambil sanksi tegas, membawa mereka ke ranah pidana kejahatan lingkungan.
“Untuk kawasan Konservasi TNGL, tidak ada tawar menawar, kompensasi kerja sama atau apa pun bentuknya. Tetap harus dikembalikan untuk direstorasi,” jelas Sayed.
Tak ketinggalan, Sayed juga menghimbau kepada LSM atau NGO besar yang punya hubungan bargaining dengan lembaga Founder untuk ikut menyuarakan kerusakan kawasan Konservasi TNGL.
“Tidak hanya setelah akibat, tapi juga sebelum akibat proses kerusakan ikut menyuarakan, mengkampanyekan kepada publik, demi kepentingan kita di Aceh Tamiang. Jangan hanya bisa diam saja,” tegasnya mengakhiri.
Ini Tindakan Tegas yang Luar Biasa
Bupati Aceh Tamiang. Irjen Pol (P) Drs. Armia Pahmi, MH. Menyatakan bahwa; tindakan tegas kolaborasi Tim Satgas PKH Garuda RI dan BBTNGL harus diapresiasi acungan jempol.
Dalam kurun hitungan hari saja, tim kolaborasi ini mampu mengeksekusi dan atau merestorasi ratusan hektar kawasan konservasi TNGL dikembalikan sebagaimana fungsinya.
“Ini kerja luar biasa, saya ucapkan bravo untuk tim Satgas PKH Garuda RI dan BBTNGL. Tak tertinggal LembAHtari dan KJL-AT getol terus menyuarakan serta mereduksi laju kerusakan hutan di Aceh Tamiang lalu mengkampanyekan kepada publik,” jelas Armia.
Sebut Armia, kenapa Kawasan Konservasi TNGL harus dijaga?, jawabnya simpel dan sederhana. Ada beberapa alasan penting di dalamnya.
TNGL memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, dengan lebih dari 800 spesies fauna dan 10.000 jenis tumbuhan. Kawasan ini merupakan rumah bagi satwa langka seperti orangutan Sumatera, harimau Sumatera, gajah Sumatera, dan badak Sumatera.
Beber Armia lagi bahwa; TNGL merupakan salah satu contoh ekosistem hutan hujan tropis yang masih terjaga dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Terutama itu, TNGL menyediakan suplai air bagi lebih dari 4 juta masyarakat yang tinggal di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Selanjutnya, TNGL telah menjadi pusat penelitian dan pendidikan lingkungan, serta tujuan ekowisata yang mendukung perekonomian setempat.
TNGL juga telah diakui sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 2004, sehingga memiliki nilai penting bagi konservasi lingkungan global.
Namun, TNGL juga menghadapi beberapa tantangan, seperti; Deforestasi dan Kerusakan Habitat. Perambahan hutan, illegal logging, dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan pertanian merupakan ancaman serius bagi kelestarian TNGL serta perburuan satwa liar.
“Untuk itu, pelestarian TNGL sangat penting untuk menjaga keanekaragaman hayati, ekosistem hutan hujan tropis, dan sumber air, serta mendukung perekonomian masyarakat sekitar,” pungkas Armia. [].