Banda Aceh Tawarkan Kolaborasi Wisata ke Delegasi Internasional di China

Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal saat menjadi pembicara dalam Maritime Silk Road Conference. Kamis 20 November 2025. [Foto Dok : Prokopim Banda Aceh/rahasiaumum.com]

Wenzhou. RU – Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal menghadiri undangan Kantor Cabang Zhejiang Kantor Berita Xinhua serta Pemerintah Kota Wenzhou sebagai pembicara dalam Maritime Silk Road Conference, Kamis (20/11/2025).

Pada forum yang menyoroti kerja sama pariwisata budaya dan perdagangan itu, Illiza menegaskan kembali posisi Banda Aceh sebagai bagian penting Jalur Sutra Maritim kawasan Asia Tenggara.

Menurutnya, Banda Aceh yang berada di ujung barat Indonesia merupakan titik awal rute tersebut.

“Sejak abad ke-15, pelabuhan kami telah menjadi tempat persinggahan kapal dari Tiongkok, Arab, dan India, membawa rempah, sutra, ilmu, dan nilai-nilai peradaban,” ujar Illiza di hadapan perwakilan Unesco, World Tourism Alliance, pejabat kota-kota jalur sutra, serta berbagai platform pariwisata global.

Ia menekankan identitas Banda Aceh sebagai “Serambi Mekkah” yang lahir dari keterbukaan terhadap dunia dan warisan Kesultanan Aceh Darussalam.

Nilai pembangunan kota, katanya, berlandaskan Faith, Culture, and Harmony dalam visi Banda Aceh Kota Kolaborasi, yang menempatkan kemitraan pemerintah, swasta, dan masyarakat sebagai fondasi.

Illiza juga memperkenalkan brand wisata Charming Banda Aceh yang menampilkan lima pesona: budaya dan seni, sejarah tsunami, religi, kuliner, serta wisata bahari melalui kolaborasi Basajan (Banda Aceh, Sabang, Jantho).

Selain itu, Banda Aceh disebut berkembang sebagai pusat ekonomi kreatif.

“Melalui identitas baru Banda Aceh, Kota Parfum Indonesia, kami mengembangkan potensi tanaman aromatik lokal seperti nilam, kenanga, dan melati,” katanya.

Ia menambahkan, kota itu bersama Universitas Syiah Kuala dan UMKM telah mengekspor satu ton minyak nilam ke Prancis senilai Rp1,5 miliar.

Di forum itu, Illiza turut menyoroti hubungan Aceh–Tiongkok sejak Dinasti Ming.

“Catatan sejarah menyebutkan bahwa pada 1602, Sultan Alauddin Riayat Syah mengirim utusan ke Kaisar Wanli, membawa rempah dan kapur barus sebagai tanda persahabatan,” tuturnya.

Ia menyebutkan diplomasi berlanjut pada masa Sultan Iskandar Muda dan artefak Dinasti Ming masih ditemukan di Gampong Pande dan Lamreh.

Memasuki abad ke-21, lanjut Illiza, kerja sama tidak lagi dilakukan dengan kapal dagang, tetapi melalui kolaborasi lintas negara.

Ia menawarkan program From Wenzhou to Banda Aceh: The Maritime Silk Route Experience, investasi wisata halal, pengembangan waterfront city, pertukaran SDM, serta Smart Tourism Collaboration berbasis AI.

Ia juga membuka peluang kerja sama penerbangan, kolaborasi digital, dan dukungan logistik bagi promosi wisata serta UMKM.

“Banda Aceh kota kecil di ujung barat Indonesia, tapi semangatnya besar… May our partnership sail together for peace, prosperity, and shared humanity,” kata Illiza menutup pidatonya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *