Calang. RU – Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) RI menetapkan makanan tradisional Cingkhui dari Kabupaten Aceh Jaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
“Dengan rasa syukur yang mendalam, kita bangga atas keberhasilan penetapan kerajinan Cingkhui sebagai WBTB,” kata Bupati Aceh Jaya, Safwandi di Aceh Jaya, dikutip Selasa (14/10/2025).
Penetapan tersebut telah diputuskan dalam sidang WBTP Indonesia tahun 2025 pada 5-11 Oktober 2025 di Jakarta, dan Kabupaten Aceh Jaya menjadi salah satu daerah dengan karya budaya unggulannya yakni “Cingkhui”, kategori kemahiran kerajinan tradisional 2025.
Untuk diketahui, Cingkhui merupakan salah satu makanan tradisional yang berasal dari Kecamatan Jaya (Lamno) Kabupaten Aceh Jaya yang dibuat dari puluhan dedaunan dan rempah.
Karya budaya ini berhasil melaju ke tahapan sidang penetapan nasional setelah melalui proses seleksi ketat di tingkat provinsi dan nasional oleh para ahli warisan budaya.
Safwandi mengatakan, dengan penetapan Cingkhui ini, maka sudah ada tiga tradisi dari Aceh Jaya yang ditetapkan sebagai WBTB. Dimana sebelumnya Dike PAM Panga beserta Seumeuleung Raja Daya juga sudah ditetapkan sebagai WBTB.
”Kami mengapresiasi seluruh jajaran yang sudah bersusah payah mengurus agar Cingkhui ini ditetapkan sebagai WBTB. Keberhasilan ini untuk kita semua,” demikian Safwandi.
Akulturasi dari Jepang
Sejumlah sumber menyebutkan, Cingkhui yang ada di Aceh Jaya adalah kuliner akulturasi dari Jepang yang disebut Cong Hui.
Berawal dari orang Jepang yang membuat Cingkhui pada era penjajahan, maka orang Aceh juga mempraktekkan cara pembuatanya.
Hal yang paling unik dari sejarah makanan kuliner ini, salah satunya terletak pada bubuk Cingkhui.
Ternyata bubuk Cingkhui ini bukan bubuk biasa, melainkan bubuk yang berasal dari 44 daun yang sudah ditumbuk.
Namun semakin lama, bubuk Cingkhui itu hanya terdiri 20 jenis daun yang ditumbuk menjadi bahan bubuk pelengkap kue Cingkhui.
Alasan ini, dikarenakan dedaunan untuk bahan Cingkhui yang ada di Jepang tidak sepenuhnya bisa didapatkan di Aceh.(TH05)