Banda Aceh. RU – LSM Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) menilai sebaiknya penertiban tambang ilegal di Aceh ditangani bersama Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH).
“Soal tambang Aceh, sebaiknya ditangani oleh Satgas PKH,” kata Koordinator MaTA, Alfian, Jumat (03/10/2025).
Seperti diketahui, Satgas PKH tersebut dibentuk melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025 lalu.
Sebelumnya, panitia khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Migas DPR Aceh dalam sidang paripurna pada Kamis (25/9) menyatakan terdapat tambang ilegal di Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tengah, Pidie.
Ditemukan, ada 450 titik lokasi tambang ilegal, dengan jumlah excavator yang bekerja secara aktif sebanyak 1.000 unit di dalam kawasan hutan Aceh.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf juga telah mengeluarkan Ingub Nomor 08/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan/Non Perizinan Berusaha Sektor Sumber Daya Alam sebagai upaya memperbaiki pengelolaan pertambangan secara baik.
Selain itu, Gubernur Aceh juga telah membentuk Satgas serta Satgassus dalam upaya penataan perizinan pertambangan serta penertiban lapangan terhadap aktivitas pertambangan ilegal.
Menurut Alfian, permasalahan tambang ilegal di Aceh perlu ditangani Satgas PKH karena diduga terdapat kerugian negara. Maka, pemerintah pusat dinilai lebih tepat menangani persoalan ini.
“Di beberapa provinsi, Satgas PKH ini sudah mulai berjalan. Maka, kita harap Satgas itu juga bisa menangani kasus tambang Aceh, karena sejauh ini belum ada upaya apapun,” ujarnya.
Memang, lanjut dia, dalam Satgas Aceh juga terlibat lembaga-lembaga aparat penegak hukum, tetapi lebih efektifnya lagi dilakukan bersama pemerintah pusat.
“Karena itu, rekomendasi saya adalah agar Satgas PKH yang berada langsung di bawah Presiden menangani kasus Aceh,” katanya.
Dirinya menjelaskan, Satgas PKH ini bertugas untuk mengembalikan hutan atau lahan yang sudah diambil alih oleh perorangan maupun perusahaan, agar aset negara itu kembali normal.
Kemudian, Satgas ini juga melihat dari sisi kerugian negara. Jika terdapat pihak-pihak yang terlibat dalam konteks tindak pidana korupsi, mereka memiliki kewenangan untuk memprosesnya.
Menurut Alfian, kasus tambang Aceh juga tidak terlepas dari potensi tindak pidana korupsi, baik itu dugaan terjadinya suap, gratifikasi, maupun perambahan.(TH05)















