Sedikitnya 971 hektar Hutan Konservasi Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dirambah, dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit ilegal.
Kondisi ini sudah berjalan 6 tahun dari tahun 2018 lalu di jarah dan ‘dibabat’, dengan mulus, bagai tak terlihat oleh intaian pasang mata penguasa TNGL, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Langsa dan Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera. Para perambah leluasa memainkan baket excavatornya di lahan haram itu dengan leluasa, sungguh panorama eksotik, penggundulan hutan yang hampir tanpa batas itu.
Memanggil sekelompok lembaga peduli terhadap lingkungan. Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) dan segelintir jurnalis pro lingkungan Komunitas Jurnalis Lingkungan (KJL) Aceh Tamiang menyuarakan kerusakan paling brutal di Taman Nasional Sikundur Blok Tenggulun. Aceh Tamiang.
Tim gabungan ini mengkampanyekan kerusakan yang terjadi di TNGL ke dunia internasional. Gerakan yang di lokomotipi LembAHtari ini membuahkan hasil.Geger, mengungkap faktual dan data plus by name sang mafia pengatur skenario dengan para pemainnya. Laporan LembAHtari dan KJL membuahkan hasil.
Mengkatrol Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) beraksi, meggandeng berbagai stakeholder terkait dengan kepentingan taman nasional.
Para perambah pun menggelupur lunglai tak berdaya, manakala Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) Garuda RI. Mayjend TNI Dody Triwinarto didampingi Dansatgas PKH Garuda Wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sulawesi Utara. Kolonel Infanteri TNI Amrul Huda, Direktur Penindakan Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI, Rudianto Saragih; menggagahi [menebang] lahan perkebunan Kelapa Sawit ilegal itu rata dengan tanah.
Seakan TNGL tidak ada di Aceh Tamiang
Kepala BBTNGL Subhan sumringah melihat lahan kelapa sawit ilegal tersebut roboh satu persatu dihadapan ratusan pasang mata yang melihat eksekusi lahan sawit di dalam kawasan TNGL Sikundur Blok Tenggulun, wilayah Tapak Sepatu Aceh Tamiang. Kamis, 4 September 2025 lalu.
Subhan; menggambarkan sekilas terkait permasalahan di wilayah Tenggulun dan upaya yang telah dilakukan terkait perambahan hutan.
Kata Dia, kegiatan berjalan sejak tahun 2018 lalu. Sementara, endusan isu perambahan hutan diketahui sejak tahun 2020 ketika ada pergeseran batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Dan diributkan pegiat lingkungan di Aceh Tamiang.
Pada pergeseran batas Provinsi Aceh terdata ada sekitar 6.700 hektar TNGL berada di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, sebelumnya masuk wilayah Kabupaten Langkat Sumatera Utara.
Juntrung dari pergeseran itu, ada oknum-oknum yang memanfaatkannya seolah-olah selama ini TNGL ini tidak pernah ada di Kabupaten Aceh Tamiang sehingga ada yang berkesempatan memanfaatkan situasi serta menggemboskan kepada masyarakat bahwa TNGL tidak ada di Aceh Tamiang.
Padahal TNGL tidak mengenal batas administrasi sehingga TNGL melihat bahwa persoalan ini sudah demikian komplit dan berupaya untuk menyelesaikannya secara komprehensif dan terintegrasi.
Dijelaskan bahwa; setahun lalu pihak TNGL memulai, proses awalnya dengan memetakan dulu persoalannya, kemudian ada Rapat Koordinasi yang dilakukan, baik di tingkat pusat, maupun tingkat provinsi hingga tingkat kabupaten.
Sebut Subhan, akhirnya TNGL melakukan operasi gabungan pada akhir tahun 2024 yang lalu. Hasilnya 971 hektar kawasan sudah terdegradasi, ada 700 hektar lahan yang berhasil dikuasai, 260 hektar termasuk sawit pada hari ini mulai ditumbangkan, jadi proses komprehensif terintegrasi masih terus berjalan.
“Hari ini kita akan melakukan penumbangan batang sawit [Sebelumnya penumbangan batang sawit sudah berjalan selama 3 hari lalu] dan lebih kurang ada seluas 18,69 hektar atas nama berinisial A,” jelas Subhan.
Kemudian, terdapat juga pada PT.SS seluas 0, 62 hektar, di Tenggulun ada sekitar 19,32 hektar, kemudian ada juga melakukan penebangan di Bahorok berupa pohon kelapa karet seluas 10 hektar, jumlah keseluruhan lahan ada 29,32 hektar [sedang berlangsung penumbangan].
“Selain operasi, kita juga melakukan penanaman pinang sebagai pembatas sepanjang 12 kilometer dengan harapan penanaman pinang pada batas tersebut menjadi acuan sebagai batas TNGL dengan yang lainnya,” bebernya.
Kemudian dalam kegiatan operasi juga melibatkan 60 orang personil dari berbagai pihak, dari Satgas, Kodim 0117/Atam, Polres Aceh Tamiang, Muspika, Muspida dan Gakkum serta TNGL.
Ada Beban Terkait Persoalan TNGL
Wakil Bupati Aceh Tamiang, Ismail SE.I, mengucapkan terima kasihnya pada seluruh tim Satgas PKH Garuda, Korwil PKH Garuda wilayah, Aceh, Sumatra Utara dan Sulawesi Utara.
Dikatakan, selama pemerintah Aceh Tamiang merasa ada beban terkait persoalan perambahan hutan, terlebih di areal TNGL, tentunya ini sudah menjadi rahasia umum, sebut Wakil Bupati.
Kegiatan ini merupakan langkah yang baik dalam melakukan penumbangan, sehingga dapat menjadi contoh bagi yang lainnya agar tidak semena-mena dalam perambahan hutan.Ismail mengingatkan, kepada Camat, Kapolsek dan Datok Penghulu [Kepala Desa] di Tenggulun untuk dapat melakukan monitoring dan pengawasan terhadap hutan yang ada di sekitarnya, “Jika ada ditemukan oknum-oknum yang merambah hutan harap segera dihentikan, tegasnya sembari mengatakan bangun kerja sama yang baik dalam menjaga alam dan ini merupakan tugas kita bersama,” katanya.
Kembalikan Lahan Dijarah ke Fungsinya
Sementara Komandan Satgas PKH Garuda RI, Mayjen TNI Dody Triwinarto mengatakan, dari data yang ada 507 hutan konservasi di Indonesia masuk ke dalam Taman Nasional, termasuk salah satunya di Tenggulun.
Menurutnya untuk saat ini, masih ada 506 titik lokasi di seluruh Indonesia lahan TNGL, baik skala kecil dan besar, harus dikembalikan kepada ekosistemnya.
Ujar Mayjen Dody; kesempatan yang sangat baik dalam pelaksanaan tugas penertiban kawasan hutan dimaksud, karena dalam kegiatannya selalu mengutamakan kacamata hukum Azas Ultimatum Remedium.
“Jadi penyelesaian masalah itu adalah pilihan terakhir, kita coba kembalikan lahannya agar terhindar dari pidana dan tentunya dalam proses verifikasi, tapi kalau dia tidak mau mengembalikan lahan yang dirambahnya tentu kita akan menggunakan pilihan terakhir yaitu pidana,” tegas Dia.
Bebernya bahwa; Negara hadir untuk menyelesaikan masalah, semuanya sudah lengkap, negara kita negara hukum tentunya kegiatan-kegiatan seperti dimaksud berdampak tidak baik, mungkin bukan liar, tetapi karena selama ini tidak tuntas menyelesaikannya.
Harapannya tahun ini bisa dituntaskan dengan segala kemampuan dan batas kemampuan yang ada, di kecamatan Tenggulun kurang lebih ada sekitar 300 hektar akan dilanjutkan eksekusinya baru beranjak ke kecamatan Bendahara, terkait perambahan hutan mangrove.
“Harapan saya sebagai Dansatgas seluruh komponen harus kooperatif dan bijaksana saling mengajak dan saling mengingatkan bahwa ini kesempatan untuk mengembalikan lahan yang dipakai masuk ke dalam taman Nasional Gunung Leuser,” jelas Dody.
Kembali ditegaskan bahwa tidak ada ruang bagi oknum-oknum dan siapa pun yang punya kepentingan pribadi maupun kelompok untuk memanfaatkan situasi mengambil keuntungan pada lahan-lahan yang tidak mestinya untuk digunakan.
Mayjen TNI Dody Triwinarto mengatakan eksekusi dilakukan di wilayah Kawasan TNGL di Kecamatan Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang. “Eksekusi pertama dilakukan di kawasan TN7 TNGL wilayah Tenggulun yang sudah ditanami kelapa sawit seluas 18 hektare,” ujarnya.
Dia memastikan tahapan eksekusi sudah diawali dengan pendekatan persuasif. Langkah hukum yang ditempuh disebutnya merupakan pilihan terakhir. “Kami mengedepankan Azas Ultimum Remedium dalam penegakan hukum,”.
Dody menambahkan kehadiran Satgas PKH di Aceh Tamiang untuk memastikan bahwa negara hadir dalam penegakan hukum yang bertujuan mengembalikan fungsi hutan dan menjaga kelestariannya di Indonesia.
Dalam penertiban ini Dody didampingi sejumlah pihak, di antaranya Komandan Satgas PKH Wilayah Aceh, Sumut dan Sultra, Kolonel Inf Amrul Huda.
Disebutnya untuk wilayah Kabupaten Aceh Tamiang ada dua titik lokasi penertiban. Lokasi pertama terletak di Kecamatan Tenggulun seluas 300 hektare dan berikutnya Kecamatan Bendahara seluas 900 hektare.
“Saya sangat senang dan bangga bahwa kegiatan seperti ini memang sudah menjadi target kita laksanakan secara konsisten dan di setiap titik masih banyak PR kita yang lain,” beber Mayjen Dody.
Pesannya, masyarakat jangan khawatir, jangan takut karena selesainya permasalahan ini tentunya untuk bersama, ‘Hari ini kita buat, pasti dampaknya positif ke depan, jangan takut dengan pandangan Hukum karena solusinya masih ada dialog, masih ada komunikasi dan pendekatan secara persuasif,” pungkasnya.
LembAHtari dan KJL Ingatkan BBTNGL
LembAHtari dan KJL Aceh Tamiang,Ingatkan BBTNGL; Agar terbuka dan transparan, berapa sesungguhnya lahan TNGL yang terbuka dan sudah dialihkan fungsikan secara liar menjadi kebun Kelapa Sawit ilegal dari tutupan kawasan TNGL seluas 971 hektar yang sudah terbuka di beberapa titik.
Seperti di i,2; i,5; i,6; Bukit Anjing dan Kabel Gajah. Sesuai Ekspose BB TNGL 24 Desember 2024, dari hasil penertiban tanggal 16 sampai 21 Desember 2025 oleh Tim BBTNGL, Polda Aceh dan Balai GAKKUM LHK Wilayah Sumatera dan memastikan tidak ada pembabatan dan atau pembukaan baru dalam kawasan TNGL dengan modus atas nama Kelompok Tani (Poktan) sebagai modus.
Sehingga tidak terjadi pembiaran yang berpotensi menyebabkan konflik baru di Tenggulun antara warga dan kelompok-kelompok tertentu.
“LembAHtari dan KJL Aceh Tamiang mendukung upaya penuh pengembalian Fungsi kawasan TNGL yang sudah ditanam sawit dan memastikan pengembalian lahan dari dan oleh Pelaku ke Negara Cq Satgas PKH dengan Kewenangannya dan membebankan Pelaku untuk melakukan penumbangan sebagai tanggung jawab telah membabat TNGL Sikundur Blok Tenggulun,” tegas Sayed. [S04].