PT.SMI Langgar Dokumen Lingkungan, F-CSR Minta DLHK Bentang Dokumen UKL UPL PT.SMI

Kualasimpang. RU – PT. Surya Mata Ie (PT.SMI) diduga abaikan dokumen Lingkungan, terkait Pengerukan Parit Isolasi atau Parit Gajah [Pembatas Kebun dengan Lingkungan masyarakat, akibat pekerjaan itu putuskan kabel induk jaringan Telkom milik PT. Telkom Persero hingga komunikasi di kecamatan Bendahara – Aceh Tamiang putus total.

Sejak Jumat, 15 Agustus 2025 pukul 10.00 WIB lalu hingga berita ini dilansir. Sabtu, 16 Agustus 2025 masyarakat di kecamatan Bendahara belum bisa berkomunikasi.

Demikian penjelasan Koordinator Lapangan PT. Telkom, Agus. Seperti dilansir wartawan. Sabtu, 16 Agustus 2025 dari Karang Baru. Menurut Agus, pihaknya tidak dapat memastikan, kapan kabel yang terputus ini dapat tersambung kembali,

“Kita terus merunut kabel, untuk memastikan sambungannya benar. Ini pekerjaan yang rumit, sebab kita tidak dapat mendeteksi dari alat yang kita miliki ini sebab kondisinya, jaringan Telkom dalam keadaan mati,” jelasnya.

Sementara ketua Forum Corporate Social Responsibility (F-CSR) Sayed Zainal M, SH. Kritik PT.SMI, sebab tidak ada toleransi dan bentuk tanggung jawab perusahaan tersebut.Bagaimana tidak, tak seorang dari manajemen perusahaan PT.SMI datang meninjau lokasi kejadian. Apalagi bertanggung jawab atas kerusakan diderita PT. Telkom Persero.

“Kita sangat sayangkan ini, jaringan Telkom itu kan kebutuhan primer bukan sekunder. Sangat diperlukan masyarakat, seharusnya pihak PT.SMI koperatif untuk mencari jalan keluar agar jaringan Telkom dapat terhubung kembali,” jelasnya.

Minta DLHK Bentang UKL UPL PT.SMI

Karena geram, Sayed minta pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Aceh Tamiang membentang dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) PT.SMI.

“Sebab dalam dokumen tersebutlah tahu kebutuhan, permohonan, teknis yang diperlukan untuk pengerukan Parit Gajah tersebut,” jelasnya.

Bagaimana dengan; Dokumen UKL/UPL untuk pengerukan Parit Pembatas (Parit Gajah) Perkebunan Kelapa Sawit milik PT.SMI. Apakah cakupannya sudah terpenuhi terutama sekali Identitas Perusahaan, Lokasi Usaha, Deskripsi Kegiatan, UKL, Lokasi Usaha, Rincian Kegiatan yang dilakukan, UPL nya, Pengelolaan Limbahnya.

Apakah hal tersebut telah sesuai dengan dokumen yang diajukan PT.SMI? Dan terutama itu pengolahan limbah padat dan cair yang dihasilkan dari kegiatan perkebunan. Membuat jalur hijau untuk mengurangi polusi udara.

“Agaknya uraian di atas, masih terlihat diabaikan oleh perusahaan, tidak hanya PT.SMI tetapi juga perusahaan perkebunan Kelapa Sawit lainnya yang beroperasi [eksploitasi] di wilayah Aceh Tamiang. Pemerintah harus tegas, jika tak tegas ya seperti ini kerja mereka. Parit gajah langsung berada di bahu jalan negara dan kabupaten,” tegas Sayed.

Kata Sayed tak hanya itu saja, perusahaan juga harus melakukan Pemantauan kualitas air dan udara; Pemantauan kebisingan dan getaran; Pemantauan dampak sosial dan ekonomi pada masyarakat sekitar.

Juga merinci atas tindakan yang akan dilakukan untuk mengelola dampak lingkungan, seperti; Membersihkan jalan yang dilalui dari tanah yang melekat; Menggunakan masker anti debu bagi pekerja; Melakukan perawatan kendaraan secara berkala.

Pertanyaannya, apakah yang dibeberkan Sayed sudah dilakukan oleh perusahaan perkebunan Kelapa Sawit?, terutama PT.SMI.

“Saya kira tak hanya sebatas seperti di atas tadi, perusahaan juga berkewajiban melakukan rencana untuk memantau dan melaporkan hasil pengelolaan lingkungan, seperti; Mengawasi dan memonitor jarak dan waktu antar kendaraan pengangkut peralatan dan Memberi rambu-rambu lalu lintas di jalan umum dan jalan sekitar lokasi proyek,” kata Sayed

Jelas Sayed lagi bahwa; Dokumen UKL/UPL dimaksud bertujuan untuk memastikan bahwa kegiatan perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan meminimalkan dampak negatif pada masyarakat sekitar.

Kegiatan Membabi Buta

Nah seperti contoh yang terlihat bahwa; Penggalian paret pembatas (isolasi) yang lakukan oleh pihak PT. SMI di lintasan jalan Paya Raja – Marlempang dinilai sangat membahayakan bagi pengguna jalan.

Kondisi itu diperparah dengan jarak galian parit pembatas antara kebun sawit dan jalan lintas menuju pusat kecamatan bendahara yang terlalu berdekatan dengan bahu Jalan.

Menurutnya, galian parit pembatas tersebut terlalu dalam ditambah lagi jarak parit pembatas nya terlalu berdekatan dengan badan jalan. Tentu kondisi itu sangat membahayakan sekali bagi pengguna jalan, terlebih lagi di malam hari akibat kurangnya lampu penerangan jalan, sebut Sayed Zainal.

Masih kata Sayed bahwa; keterangan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Aceh Tamiang, bahwa pihaknya sama sekali belum ada menerima laporan atau pemberitahuan dari pihak PT. SMI tentang adanya galian parit pembatas tersebut.

Untuk itu Sayed minta kepada DLH Aceh Tamiang untuk membuka mekanisme pembuatan parit pembatas sesuai Upaya Pengelola Lingkungan dan Usaha Pemantauan Lingkungan(UKL/UPL), karena ini menjadi dasar hukum di daerah untuk arah kebijakan bagi perusahaan dalam membangun parit pembatas tersebut.

Hasil konfirmasi yang dilakukan oleh Sayed Zainal kepada Camat Bendahara, Sandi Suhendri, S.STP.M.M, diperoleh bahwa terkait galian parit pembatas atau peninggian tanggul yang terlalu dalam itu, pihak PT. SMI telah sepakat akan melakukan rekonstruksi/perbaikan kembali terhadap bahu jalan dan parit yang terlalu dalam tersebut sehingga dapat menghindari erosi ruas jalan dan membahayakan bagi pengguna jalan.

Kesepakatan itu dituangkan dalam musyawarah bersama forkopimcam Kecamatan Bendahara pada Selasa, 12 Agustus 2025 lalu di ruang Kantor Camat setempat.

Penggalian Parit Pembatas atau peninggian tanggul Kebun Sawit itu juga dalam pengawasan pihak Forum Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Bendahara, sebut Camat Bendahara Sandi Suhendri yang disampaikan oleh Ketua CSR Aceh Tamiang, Sayed Zainal, M.SH. [S04].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *