Kualasimpang. RU – Kabel Gajah begitu biasa disebut warga, wilayah Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Sikundur Blok Tenggulun di Aceh Tamiang mulai mengeluarkan luka darah.
Sekelompok kepentingan memutar balikan fakta sesungguhnya dibonceng kepentingan syahwat penguasaan lahan [mafia tanah] dan mengatakan telah terjadi penyelundupan hukum di areal wilayah itu.
Padahal itu konspirasi yang dimainkan oleh sindikat tertentu secara sengaja mengkaburkan nilai-nilai Roll of Low nya.
Agar oknum mafia tanah berupaya bisa bebas dari jeratan hukum sebagai pelaku pembabat Kwsn TNGL Sikundur. Dengan mengkambing hitamkan masyarakat yang melakukan Penguasaan lahan dan yang menjadi konflik di kawasan kabel Gajah itu adalah di lokasi yang berada di areal APL, itu pun lokasi ini juga an Jmd cs dengan berbagai modus.
Situasi ini miris sekali, Warga atau masyarakat Tenggulun yang menjadi korban dari Pembabatan dan Perusakan Hutan; di kawasan APL pun oknum mafia tanah yang menguasai.
Idealnya, jika sindikat tersebut memahami Yuridis Formal tentu tidak akan pernah terjadi tindak kekerasan dan menciptakan Tenggulun berdarah seperti yang dialami dua orang masyarakat petani diwilayah itu.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sindikat tersebut karena prustasi, sebab asabatnya tidak terpenuhi dalam upaya penguasaan lahan secara serampangan.
Kuasai Lahan Pribadi Mengatas Namakan Masyarakat
Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) sebagai lembaga Pendamping Masyarakat dan Petani di Tenggulun bahwa; sebenarnya merekalah [Masyarakat Petani] yang menjadi korban, bahkan ada tindakan kekerasan.
Begitu sebut Direktur Eksekutif LembAHtari Sayed Zainal M, SH seperti dilansir rahasiaumum.com dari Kualasimpang. Jumat, 28 Maret 2025.
Dibeberkan Sayed bahwa; lahan Kabel Gajah adalah bagian kawasan TNGL Sikundur Blok Tenggulun, bersama dengan kawasan lain seperti lokasi kawasan Sungai Sibetung Kecil, kawasan Sungai Besitang Kecil dan kawasan i.5; i,6 dan i.2.
“Kawasan ini sebagian sudah dikuasai secara pribadi dengan mengatas namakan masyarakat, serta sudah dialihkan oleh oknum Pengusaha Sawit dari Medan,” jelas Sayed.
Dibeberkan Sayed bahwa; sejak turun Tim Balai Besar TNGL (BBTNGL), Polda Aceh, Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) dengan dukungan Kodam Iskandar Muda pada tanggal 16 s/d 21 Desember 2024 turun Tim Pengamanan untuk penertiban kawasan TNGL Sikundur.
Dari hasil Tim Pengamanan tersebut terdapat 971 hektar telah diamankan oleh Tim Pengamanan dengan Pemasangan 42 Plank secara resmi telah di amankan termasuk lokasi-lokasi yang telah tertanam sawit.
“LembAHtari sejak dari Awal rapat koordinasi tingkat Propinsi 7 September 2024 dan Rapat Koordinasi tanggal 14 September 2024 minta pada Tim Polda Aceh, BB TNGL dan Balai Gakkum LHK, segera proses hukum pelaku atau aktor yang telah membabat Hutan dan mengalihkan kawasan Konservasi TNGL menjadi Kebun Sawit secara Ilegal,” tegasnya.
Pernyataan LembAHtari itu diperkuat oleh data dan bukti yang ada, di kabel Gajah kawasan tersebut dikuasai oleh oknum tertentu dengan mengatas namakan masyarakat, padahal lahan itu telah menjadi kebun Sawit milik oknum Pengusaha Sawit dari Medan termasuk di Kabel Gajah.
Sebut Sayed lagi, di Kabel Gajah lahan yang dikuasai mencapai 150 hektar lebih masuk dalam kawasan TNGL [sekarang dalam pengamanan Polda Aceh bersama BB TNGL, Kodam Iskandar Muda dan Balai Gakkum LHK] sedangkan yang menjadi rebutan ada sebagian Lokasi berada dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).
Apalagi itu kata Sayed; bahwa Penetapan Tapal Batas tersebut dikuatkan dengan Permendagri Nomor 28 tahun 2020 tentang Sikundur Blok Tenggulun yang masuk ke Aceh, tetap berfungsi sebagai kawasan Konservasi Sikundur.
“Jadi masyarakat dan Petani Tenggulun lah yang dirugikan, dari data yang ada kita tahu siapa-siapa pemilik lahan di sana, berdasarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) ada atas nama Warga Tionghoa dari Medan, menurut hemat kami. Ini sangat aneh dan janggal,” pungkas Sayed.

Kekerasan Berujung Pengaduan
Konflik Tenggulun itu kini mulai meneteskan darah, karena mengakar pada tindak kekerasan pemukulan terhadap Arto 48 tahun dan Ponimin 51 tahun, diketahui keduanya adalah warga Sungai Rengas kecamatan Tenggulun dan warga Dusun Sumber Rejo kampung Sumber Makmur.
Akibat aksi pengeroyokan dan terindikasi dilakukan oleh sekelompok orang yang mengakibatkan cidera serius tersebut lalu keduanya membuat laporan kepolisi dengan nomor STTLP/45/III/2025/SPKT/POLRES ACEH TAMIANG/POLDA ACEH.
Bahwa; pada pukul 02.32 WIB, dini hari bertempat di kantor kepolisian tersebut di atas, pada hari, tanggal ditanda tanganinya surat tanda penerimaan.
Keduanya menerangkan bahwa telah terjadi dugaan tindak pidana pengeroyokan UU nomor 1 tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 KUHP dan atau 351, yang terjadi di JL-, RT, RW -, titik koordinat -, Tenggulun, Tenggulun, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, pada hari Sabtu tanggal 22 Maret 2025 pukul 13.30 WIB.
Dengan terlapor atas nama dalam penyelidikan, uraian kejadian pada hari Sabtu tanggal, 22 Maret 2025 sekira pukul, 13.45 WIB pelapor sedang dalam perjalanan hendak pulang.
Tepatnya di areal kebun kelapa Sawit desa Tenggulun kecamatan Tenggulun kabupaten Aceh Tamiang tiba-tiba datang sekelompok orang [Salah satunya dikenali bernama hendra sakti] nama panggilannya.
Saat itu Hendra Sakti berteriak kepada kawan-kawannya, “Itu dia juga orangnya” dan seketika itu orang-orang yang tak dikenali tersebut memukuli pelapor dengan menggunakan tangan kosong dan ada juga menggunakan kayu pada bagian wajah, kaki dan badan pelapor.
Hingga pelapor mengalami luka memar, atas kejadian tersebut pelapor merasa keberatan dan mengadukan kejadiannya ke pihak kepolisian Polres Aceh Tamiang.
Minta Pengamanan
Dari beberapa rentetan kejadian dua kampung [Sumber Makmur dan Kampung Tenggulun] minta Pengamanan dan Perlindungan atas tindakan kekerasan berupa pemukulan dan pengeroyokan oleh orang atau kelompok yang diduga ikut di dalamnya.
Dan dicurigai salah seorang warga Tenggulun beralamat di Tualang Tukul saudara Hendra Sakti bersama warga lainnya yang diperkirakan berjumlah mencapai 50 orang lebih.
Dan warga atau kelompok tersebut bukan penduduk Desa Sumber Makmur atau Desa Tenggulun. Kejadian tindak kekerasan itu dilakukan pada 22 Maret 2025 sekira pukul 14.00 WIB.
“Saat ini, kedua warga saya telah melaporkan kejadian itu ke Polres Aceh Tamiang pada tanggal 22 Maret 2025 dan serta dirawat dan telah divisum di rumah sakit umum Aceh Tamiang,” sebut Datok Penghulu [Kepala Desa] Salimin.
Sebut Salimin kondisi tersebut sampai tanggal 26 Maret 2025, sebagian warga pendatang dari luar tersebut meski berada di lokasi kekerasan Kabel Gajah Tenggulun diperkirakan mencapai 15 orang lebih.
Salimin mengkawatirkan warga Desa Sumber Makmur dan Tenggulun dalam waktu dekat akan mendatangi daerah Kabel Gajah, karena tidak tahan emosi dan penanganan proses laporan pengaduan tersebut belum ada tindak lanjut.
“Mudah-mudahan dengan laporan kami ini, memohon kepada Bapak Kapolres Aceh Tamiang kiranya perlu pengamanan warga dari luar yang berada di lokasi Kabel Gajah guna menghindari keadaan dan situasi yang dapat menyebabkan keributan dan bentrok dengan warga dua desa kami. Sehingga warga dan atau penduduk dari luar bisa segera dikeluarkan dari lokasi Kabel Gajah,” harap Salimin.
Surat mohon pengamanan itu ditembuskan kepada Bupati Aceh Tamiang, Dandim 0117 dan Kapolsek Simpang Kiri.(S04)