Kutacane. RU – Pelebat, Tarian Tebasan dari Tanah Alas yang Menyala oleh Semangat Kepahlawanan
Di sebuah halaman adat di dataran tinggi Aceh Tenggara, denting canang berpadu dengan desau bangsi yang meliuk lirih. Nada-nada itu memecah hening sore ketika dua lelaki muda melangkah ke tengah arena.
Dengan sorot mata tajam dan gerak tubuh mantap, keduanya bersiap untuk memperagakan satu tarian yang bagi masyarakat Alas bukan sekadar seni pertunjukan, tetapi warisan keberanian: tarian Pelebat.
Tarian ini dikenal sebagai salah satu tradisi tertua di kalangan suku Alas.
Dibentuk dari gerak bela diri, Pelebat menampilkan irama tebasan pedang yang dikemas dalam sebuah pertunjukan energik.
Pedang asli kini diganti dengan rotan atau batang bambu, namun semangatnya tetap sama—tegas, cepat, dan penuh ketangkasan.
Mesikhat dan Bulang Bulu: Pakaian yang Mengandung Makna
Kedua penari tampil dengan busana adat: baju Mesikhat, kain songket khas Alas, serta Bulang Bulu sebagai penutup kepala.
Paduan pakaian itu bukan semata simbol budaya, melainkan representasi nilai-nilai yang dijunjung leluhur: keberanian, semangat juang, kecakapan, dan mental kepahlawanan ketika menghadapi ancaman di masa silam.
Pertarungan Simbolik Tanpa Rasa Ragu
Begitu tarian dimulai, keduanya bergerak dalam ritme cepat—saling menebas, menghindar, dan membela diri dalam skenario pertarungan simbolik.
Setiap gerakan terukur, setiap tebasan membawa intensitas.
Ekspresi wajah keduanya sengaja dibentuk bengis, mata menatap tajam, seakan menolak mundur dari medan yang sedang mereka lakoni.
Sakitnya sabetan rotan kerap tak bisa dihindari.
Namun bagi pelaku Pelebat, itulah bagian dari proses—ujian kecil untuk merasakan sisa-sisa tradisi para pejuang Alas.
Lima Ragam Gerak: Bahasa Tubuh Para Leluhur
Pelebat memiliki lima ragam gerakan dasar yang menjadi pakem utama:
Gerak penghormatan, sebagai simbol kesopanan dan pembuka gelanggang.
Gerak pengukuran pedang, untuk mengatur jarak dan keselarasan.
Gerak langkah tiga, gerak dasar dalam alur menyerang dan bertahan.
Gerak ningcingi, gerak lompatan ringan penuh ketangkasan.
Gerak pukulan, inti dari rangkaian pertarungan.
Keseluruhan gerak diiringi canang dan bangsi yang mengalun cepat, seolah menjadi denyut nadi pengantar setiap tebasan.
Bukan Satu-satunya Warisan
Suku Alas—suku asli Kabupaten Aceh Tenggara—tak hanya memiliki Pelebat sebagai identitas seni beladiri.
Mereka juga mengenal Belo Mesusun, tarian tradisional yang lebih lembut dan sarat makna kebersamaan.
Sementara Rarak Kuda tampil sebagai puncak prosesi adat, terutama dalam upacara pernikahan dan khitanan, menghadirkan suasana meriah yang menjadi ciri khas masyarakat Alas.(AFW016)















