Calang. RU – Kekayaan alam dan budaya yang dimiliki Aceh memang sangat beragam dan memiliki daya tarik wisata tersendiri.
Salah satu bukti keberagaman budaya yang bertahan hingga saat ini adalah tradisi Seumeuleung Raja Lamno Daya.
Tradisi ini merupakan sebuah prosesi acara yang dilakukan dengan menyuapi raja oleh dayang kerajaan.
Setelah itu, Raja Daya di Lamno (Kabupaten Aceh Jaya) akan menyampaikan amanat tahunan yang berisikan persatuan, adat istiadat, serta hukum di depan majelis dan masyarakat.
Tradisi ini sudah ada sejak 500 tahun yang lalu, dan dipercaya bisa membawa keberkahan rezeki dan kesehatan untuk masyarakat di wilayah itu.
Dimulai sejak tahun 1480 masehi, tradisi ini biasanya akan digelar pada Hari Raya Idul Adha sebagai simbol peneguhan atau penabalan raja.
Uniknya, selama hampir 5 abad, tradisi ini tidak mengalami perubahan makna sehingga keberadaannya menjadi identitas wilayah dalam mempertahankan kejayaan masa lalu.
Asal-usul Tradisi Seumeuleung
Tradisi Seumeuleung berawal dari pengukuhan raja di Kerajaan Daya (sekarang masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Jaya).
Raja pertama yang dikukuhkan saat itu adalah Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah.
Catatan sejarah menyebutkan, kerajaan Daya didirikan pada tahun1480 M dan mempersatukan Kerajaan Keuluang, Lamno, Kuala Unga, dan Kuala Daya menjadi Kerajaan Daya dan menetapkan ibu kota di Lam Kuta yang terletak di Gampong Gle Jong.
Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah kemudian mendeklarasikan Kerjaan Daya di hadapan para Raja dan di suleung (suapi) makan, dalam upacara adat yang diadakan pada tahun 885 H/1840 M.
Makanan yang disajikan dalam upacara adat itu terdiri dari serbat, takeeh, nasi yapan, dan lauk-lauknya.
Nasi Yapan merupakan nasi yang dimakan oleh keluarga kerajaan pada masa dulu yang diyakini bisa menghindarkan segala gangguan makhluk halus dan mampu menyembuhkan dari berbagai macam penyakit.
Prosesi Adat Seumeuleung
Tradisi Seumeuleung diawali dengan pembukaan upacata oleh Panglima Kerajaan yang menggunakan baju hitam, pedang bersarung merah terikat di pinggang, dan secarik kain merah melilit di bagian kepala.
Panglima ini berfungsi untuk memastikan tempat diadakannya upacata sudah aman dari penyusup dan orang-orang jahat sebelum Raja dipersilahkan untuk hadir.
Sedangkan Raja menggunakan pakaian kebesaran kerajaan berwarna kuning terang.
Saat raja datang, semua tamu diwajibkan untuk bangun sebagai bentuk penghormatan, dan Raja akan diiringi oleh Panglima dan pembantu-pambantu atau dayang-dayangnya.
Kedatangan Raja juga diiringi dengan pembacaan shalawat dan doa, kemudian upacara akan dimulai dengan membagi-bagikan sirih dan dilanjutkan oleh pembukaan yang dilakukan oleh Raja dengan memberikan beberapa amanat kepada rakyat dan tamu yang hadir.
Setelah Raja selesai menyampaikan amanat, upacara Seumeuleung akan dimulai dengan dua dayang datang dengan membawa sebuah tempayan besar berisi nasi dan lauk-lauk yang kemudian akan disuapkan kepada Raja.
Setelah selesai, hidangan akan dibawa oleh dayang-dayang yang kemudian juga akan bagikan kepada masyarakat.
Upacara kemudian diakhiri dengan doa yang dibawakan oleh Mufti Besar Negeri Daya.
Sepintas, penyelenggaraan tradisi seumeuleung Raja Lamno Daya memang terkesan biasa saja.
Namun saat melihatnya, Anda akan takjub dengan prosesinya yang sarat akan makna.
Upacara adat ini bisa disaksikan masyarakat umum dan wisatawan yang berkunjung ke daerah ini.(TH05)















