Ketika Angka Menyapa Warga; Menakar Nyawa di Balik Renja Aceh Besar

Avatar photo

“Renja bukan sekadar barisan angka di atas kertas,Melainkan janji sunyi pemerintah kepada rakyatnya [Agar setiap rencana berujung pada senyum seorang ibu,Langkah yakin seorang petani, Dan mimpi anak kecil yang ingin sekolah tanpa harus menyeberangi sungai.”]

[Dr. Usman Lamreung, MS.i Direktur Lembaga Emirates Development Research (EDR)].

Langkah Awal dari Aula Jantho Menuju Desa-Desa di Lembah

PAGI ITU, aula Bappeda Aceh Besar di Kota Jantho terasa hidup oleh semangat dan beban yang tak kalah besar. Satu per satu kepala OPD datang membawa tumpukan berkas [hasil rekap data, grafik capaian, dan daftar mimpi kecil yang ingin diwujudkan].

Di balik meja perencanaan itu, setiap catatan bukan sekadar angka, melainkan denyut harapan warga dari pesisir hingga pegunungan.

“Kita tidak ingin ada program yang hanya sekadar tertulis di atas kertas tanpa dampak nyata,” ujar Rahmawati, Kepala Bappeda Aceh Besar, di sela pembahasan desk perubahan Renja OPD, Maret 2025.

Ucapan itu menandai arah besar: bahwa dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (Renja) bukan sekadar formalitas birokrasi, tetapi kompas yang menentukan bagaimana visi daerah diterjemahkan menjadi langkah konkret di lapangan.

Sejak ditetapkannya Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2024 sebagai dasar hukum penyusunan Renja Aceh Besar 2025, arah pembangunan diharapkan lebih sinkron, terukur, dan berpihak.

Namun di balik idealisme itu, perencanaan selalu bertemu dengan kenyataan: data yang tak lengkap, anggaran yang terbatas, dan waktu yang terus berlari.

Kerangka dan Ambisi: Saat Visi Bertemu Realita

Dibalik tebalnya lembaran data-data Dr. Usman Lamreung, MS.i Direktur Lembaga Emirates Development Research (EDR) berucap lirih dirinya membaca angka-angka yang ada di lembaran Renja Aceh Besar 2025 ibarat peta jalan dari visi bupati dan RPJMD yang diterjemahkan ke dalam program lintas sektor. Tapi di ruang rapat itu, ambisi besar sering bersua dengan realita pahit.

Bagaimana memastikan isu infrastruktur tidak menelan ruang bagi kesehatan dan pendidikan? Bagaimana menjaga agar sektor ekonomi lokal tumbuh tanpa mengabaikan ketahanan lingkungan? Pertanyaan-pertanyaan itu berputar di kepala para penyusun kebijakan.

Di setiap OPD, lembar kerja penuh indikator dan target disusun dengan cermat. Tetapi di luar gedung Bappeda, ada kenyataan yang lebih cair; banjir yang tiba-tiba datang, irigasi yang jebol, anak-anak yang harus menyeberang sungai untuk ke sekolah.

Di sanalah, antara tabel dan kenyataan, visi pembangunan diuji.

“Renja bukan sekadar peta jalan birokrasi; ia adalah harapan kecil yang ingin dirasakan oleh orang tua yang mengantar anaknya sekolah, petani yang menunggu hujan, dan ibu-ibu yang menjaga kesehatan keluarga.”

Ekspektasi vs Tantangan: Antara Laporan dan Lapangan

Tidak sedikit Renja yang gagal bertransformasi menjadi realita. Jurang antara rencana dan pelaksanaan bisa terbuka lebar [terhalang keterbatasan dana, koordinasi yang lemah antar-OPD, dan birokrasi yang belum sepenuhnya lentur].

Keuangan sering menjadi kendala pertama. Tidak semua program prioritas mendapat dana yang cukup. Sementara koordinasi antar SKPD kerap tersandung tumpang tindih kewenangan.

Sementara di sisi lain, partisipasi masyarakat masih menjadi tantangan besar. Tidak semua suara dari musrenbang gampong terdengar nyaring hingga ke ruang perencanaan kabupaten.

Sebagian usulan tenggelam, bukan karena tidak penting, tapi karena kalah oleh program yang lebih “strategis”.

Narasi di Lapangan; Ketika Harapan Bertemu Tanah

Di sebuah gampong di Kecamatan Lembah Seulawah, seorang ibu petani bernama Nurhayati menunjukkan kanal irigasi kecil yang retak. “Airnya sering macet, sawah kami jadi kering,” katanya lirih.

Usulan perbaikan sudah disampaikan lewat musrenbang desa. Tapi ketika daftar prioritas kabupaten keluar, namanya tak tercantum.

Cerita Nurhayati bukan satu-satunya. Di wilayah lain, pemuda-pemuda gampong berharap adanya pelatihan keterampilan, sementara guru sekolah dasar menginginkan fasilitas belajar yang lebih layak.

Mereka tidak tahu persis di mana letak “jalan” aspirasi mereka berhenti.Di titik ini, makna Renja diuji [apakah dokumen itu mampu menjembatani antara kebutuhan nyata dan kebijakan formal?].

Karena sejatinya, pembangunan bukan hanya soal angka yang tercapai, tetapi tentang sejauh mana warga merasakan perubahan dalam kehidupan sehari-hari.

Titik Kritis: Antara Sistem dan Nurani

Dari hasil pembahasan desk Renja Maret 2025, muncul kesadaran baru: perencanaan harus lebih adaptif dan berbasis data riil.

Beberapa rekomendasi penting pun mengemuka; Pertama, Fokus Prioritas yang Jelas — membatasi program unggulan agar benar-benar terpantau dan dievaluasi dengan baik.

Kedua, Pendanaan Fleksibel — menciptakan dana cadangan untuk kebutuhan mendadak seperti bencana atau krisis sosial.

Ketiga, Peningkatan Kapasitas OPD — pelatihan teknis dan sistem digitalisasi monitoring agar program tak sekadar dijalankan, tapi juga dipelajari.

Keempat, Partisipasi Inklusif — memperkuat musrenbang gampong dan kanal pengaduan publik.

Kelima, Transparansi & Evaluasi Berkala — membangun dashboard publik yang bisa diakses warga, agar mereka tahu sejauh mana janji pemerintah dijalankan.

Langkah-langkah ini bukan hanya soal efisiensi administratif, tapi tentang menghidupkan kembali makna “kehadiran pemerintah” di tengah rakyatnya.

Ibarat Menyulam Harapan di Ujung Senja

Sore itu, ketika cahaya matahari mulai tenggelam di lembah Jantho, suara anak-anak mengaji bersahutan di langgar kecil. Di kejauhan, petani menutup pintu air irigasi yang baru diperbaiki.

Renja Aceh Besar 2025 bukan hanya kumpulan dokumen, tabel, dan tanda tangan. Ia adalah denyut rencana yang sedang berusaha menembus batas antara kebijakan dan kehidupan.

Jika kelak di akhir tahun anggaran nanti, warga bisa berkata: “Program itu bukan Cuma di kertas, tapi sudah ada di depan mata kami,” maka di situlah makna sejati dari perencanaan; saat pembangunan benar-benar menjelma menjadi kesejahteraan yang terasa. [].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *