Warkop Kembali Bernapas Lega, Setelah Kasus Hak Siar Dihentikan

Avatar photo

Banda Aceh. RU – Senyum itu akhirnya kembali mengembang di wajah para pengusaha warung kopi (warkop) di Banda Aceh dan Aceh Besar. Setelah berminggu-minggu dihantui rasa waswas akibat laporan pelanggaran hak siar yang dilayangkan platform digital Vidio.com, kabar baik datang; Polda Aceh resmi menghentikan penanganan perkara tersebut.

Rabu, 1 Oktober 2025 lalu, menjadi tanggal yang melegakan. Para pemilik warkop yang selama ini menjadi tempat orang-orang Aceh melepas penat, berdiskusi, hingga menyaksikan laga sepak bola, akhirnya bisa kembali bernafas lega.

“Alhamdulillah, ini kabar yang sudah lama kami tunggu. Kalau tidak selesai, entah bagaimana nasib warkop kami ke depan,” tutur Hasan, salah seorang pemilik warkop di kawasan Ulee Kareng.

Dari Resah ke Mediasi

Kasus ini bermula ketika 19 pengusaha warkop dilaporkan atas dugaan pelanggaran hak siar (HAKI). Mereka dituding menayangkan siaran tanpa izin resmi. Bagi masyarakat Aceh yang sudah terbiasa menjadikan warkop sebagai “ruang kedua” setelah rumah, kabar ini sempat menimbulkan keresahan.

Beruntung, sebelum persoalan itu berlanjut ke proses hukum panjang, mediasi digelar. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, bersama Sekretaris Komisi I DPR Aceh, Arif Fadillah, serta Staf Khusus Menparekraf, Rian Syaf, turun tangan memfasilitasi jalan tengah.

Pihak Vidio.com pun akhirnya mencabut laporannya. Namun proses hukum tak bisa serta merta berhenti; penyidik harus memastikan seluruh administrasi formal diselesaikan agar para pihak mendapat kepastian hukum.

Baru Kamis, 2 Oktober 2025, Direktur Reskrimsus Polda Aceh, Kombes Pol. Zulhir Destrian, menegaskan perkara ini resmi ditutup. “Status hukumnya sudah tuntas,” ujarnya.

Warkop Sebagai Ruang Sosial

Di Aceh, warkop bukan sekadar tempat minum kopi. Ia adalah ruang sosial, tempat bertukar kabar, berdiskusi politik, hingga menonton pertandingan bola bersama-sama.

“Kalau ada Piala Dunia atau Liga Champions, suasana warkop bisa seperti stadion mini. Kalau tiba-tiba kami dilarang tayang, hilanglah ruh itu,” kata Muktar, pengusaha warkop di Peunayong.

Itulah sebabnya, kasus ini bukan hanya soal hukum. Ada dimensi sosial dan kultural yang ikut dipertaruhkan.

Pelajaran untuk Ke Depan

Meski kasus ini berakhir damai, Kombes Zulhir mengingatkan agar para pengusaha warkop lebih bijak. Hak siar adalah bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dilindungi undang-undang.

“Harapan kami, semua pihak dapat lebih memahami aturan terkait hak siar. Mari sama-sama kita hormati karya, jasa, dan hak pihak lain, sehingga iklim usaha di Aceh dapat berjalan sehat dan sesuai koridor hukum,” katanya.

Seruan itu menjadi catatan penting. Edukasi tentang hak cipta dan hak siar masih perlu ditingkatkan, agar warkop tetap hidup sebagai ruang kebersamaan, tanpa menabrak aturan.

Bagi Hasan dan rekan-rekannya, pelajaran itu siap dijalani. “Yang penting sekarang, kami bisa kembali buka pintu warkop dengan tenang. Kopi bisa diseduh tanpa rasa takut lagi,” ujarnya sambil tersenyum lega. [].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *