Jakarta. RU – Wali Kota Subulussalam H. Rasyid Bancin blak-blakan mengungkap adanya praktik mafia tanah yang bekerja secara sistematis dalam mengendalikan konflik agraria di daerahnya.
Hal itu ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI terkait konflik agraria, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Rabu 17 September 2025.
Rapat itu dihadiri anggota BAM DPR antara lain, Adian Napitupulu dari Fraksi PDIP, Taufiq R Abdullah, Fraksi PKB, dan Cellica Nurrachadiana Fraksi Demokrat.
Pada kesempatan itu Wali Kota Subulussalam H.Rasyid Bancin memaparkan sejumlah konflik pertanahan yang menurutnya sarat praktik penyimpangan.
Ia menyoroti dugaan manipulasi perizinan serta keterlibatan pihak yang disebut sebagai mafia tanah.
Menurutnya, persoalan tersebut bukan sekadar sengketa lahan biasa, melainkan sudah terstruktur dan menghambat pembangunan serta kesejahteraan masyarakat.
Salah satu yang disorot adalah penguasaan lahan oleh PT Sawit Panen Terus (SPT) yang disebut memanfaatkan Sertifikat Hak Milik (SHM) hasil redistribusi tanah dengan mekanisme yang diduga menyimpang.
Rasyid juga menyinggung persoalan lahan 125 hektare dengan PT Laot Bangko, yang dituding melakukan penguasaan melalui proses enclaving dalam perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU).
Ia menyebut bahwa konflik pertanahan di wilayahnya tidak hanya melibatkan antara masyarakat dan perusahaan, tetapi juga sarat dengan dugaan praktik mafia tanah yang beroperasi sistematis.
“Konflik agraria di Subulussalam bukan hanya persoalan masyarakat versus perusahaan, tetapi juga melibatkan praktik mafia tanah yang sistematis,” kata HRB dalam keterangan tertulisnya yang diterima rahasiaumum.com, Rabu (24/09/2025).
Selain itu, ia memaparkan konflik yang melibatkan PT Mitra Sejati Sejahtera Bersama (MSSB).
Menurutnya, dua desa administratif milik Pemko Subulussalam, yakni Desa Geruguh dan Kuala Keupeng, masuk ke dalam konsesi perusahaan sehingga masyarakat kehilangan hak untuk mensertifikatkan tanah mereka.
Rasyid menegaskan, kondisi ini tidak hanya menghambat pembangunan desa, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial bagi warga.
Ia menilai persoalan tersebut sudah berlangsung lama dan masyarakat kerap menjadi korban.
“Akibatnya, masyarakat di dua desa tersebut kehilangan hak untuk mensertifikatkan tanah mereka, karena statusnya masih terikat dalam HGU Perusahaan,” jelasnya.
Untuk itu, sebagai langkah konkret, wali kota mengundang BAM DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Subulussalam untuk melihat kondisi nyata di lapangan dan mendengar langsung keluhan serta aspirasi masyarakat.
“Kami meminta perhatian serius dari BAM DPR-RI agar ikut memperjuangkan hak-hak rakyat Subulussalam yang dirampas,” tegasnya HRB.(MB017)