Tradisi Ba Ranub Kong Haba, Prosesi Adat Jelang Upacara Perkawinan di Aceh

ranub atau sirih
Ranub (sirih) menjadi simbol setiap upacara adat di Aceh. (Foto: gppmaceh.com)

Banda Aceh. RU – Ketika pasangan di Aceh akan melaksanakan pernikahan, maka mereka akan melalui prosesi upacara adat ba ranub kong haba (membawa sirih untuk meneguhkan komitmen).

Biasanya pelaksanaan tahapan tradisi ini sudah disepakati oleh calon pengantin laki-laki dan perempuan. Bisa juga waktunya merupakan masukan dari pihak orang tua ataupun sanak keluarga.

Pada hari yang sudah ditentukan, rombongan orang tua dari pihak calon mempelai laki-laki datang kepada pihak orang tua calon mempelai perempuan untuk melakukan acara pertunangan. Biasanya kedatangan pihak mempelai laki-laki tidak tangan kosong.

Mereka akan datang dengan membawa sirih penguat ikatan atau ranub kong haba, yakni sirih bersama alat-alat dalam cerana, selain ada juga pisang talon, yaitu pisang raja dan harus satu talam.

Tak hanya itu diserahkan juga benda emas satu atau dua mayam yang sesuai dengan ketentuan adat.

Jika pernikahan ini tidak dilaksanakan karena ikatan ini putus diakibatkan oleh pihak laki-laki, tanda emas tersebut wajib dikembalikan dua kali lipat.

Di acara ini ditentukan juga hari dan bulan diselenggarakannya pernikahan dan pulang pengantin.

Saat lamaran diterima, maka keluarga pihak laki-laki akan datang kembali. Mereka akan melakukan peukong haba. Arti dari peukong yaitu perkuat  pembicaraan dan menentukan waktu hari pernikahan.

Selain itu, ditetapkan juga termasuk menetapkan besaran uang mahar yang disebut jeulamee dan jumlah tamu yang akan diundang.

Pada acara ini biasanya diadakan juga upacara pertunangan yang disebut; Jak Ba Tanda. 

Pada upacara adat ini, pihak lelaki akan mengantarkan beragam makanan khas daerah Aceh, aneka buah-buahan, buleukat kuneeng, yaitu ketan berwarna kuning, seperangkat pakaian perempuan, dan perhiasan yang sesuai dengan kemampuan keluarga laki-laki. 

Setelah itu, barulah acara resepsi pernikahan secara adat di Aceh bisa digelar dengan meriah.

Kemeriahan pesta perkawinan adat Aceh ini juga ditunjukkan dengan tradisi idang (hidang), serta peunuwo atau pemulang (hidangan yang dibawa oleh pihak pengantin dan diberikan kepada pihak pengantin yang satunya). 

Pada umumnya ketika intat linto baro atau mengantar pengantin pria, rombongan mereka akan membawa idang untuk pengantin perempuan yang berupa pakaian, kebutuhan juga peralatan sehari-hari bagi calon istri. 

Dan ketika intat dara baro, yaitu mengantar pengantin perempuan, rombongan tersebut akan membawa kembali talam yang sebelumnya dan diisi dengan barang-barang serta makananan khas Aceh misalnya kue boi, bolu, wajeb, kue karah, dan sebagainya.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *