Takengon. RU – Guel adalah salah satu khasanah budaya Aceh, khususnya di daerah dataran tinggi Gayo. Tarian ini memiliki kisah panjang dan unik.
Guel sendiri berarti membunyikan. Dan para peneliti serta koreografer tari mengatakan, tarian ini bukan hanya sekedar tari. Dimana Guel merupakan gabungan dari seni sastra, seni musik dan seni tari itu sendiri.
Mengutip dari laman Kemendikbud, Guel sepenuhnya apresiasi terhadap wujud alam, lingkungan, kemudian dirangkai begitu rupa melalui gerak simbolis dan hentakan irama.
Tari ini semacam media informatif yang memadukan seni sastra, musik/suara, gerak yang memungkinkan untuk dikembangkan (kolaborasi) sesuai dengan semangat zaman, dan perubahan pola pikir masyarakat setempat.
Ragam gerak atau gerak dasar tarian ini adalah; Salam Semah (Munatap), Kepur Nunguk, Sining Lintah, Semer Kaleng (Sengker Kalang), dan Dah-Papan.
Penari pria dalam setiap penampilan selalu tampil sebagai simbol dan primadona, sementara jumlah penabuh biasanya minimal empat orang, terdiri dari menabuh canang, gong, rebana, dan memong.
Keunikan kostum dan properti
Kostum dan aksesori dalam Tari Guel memiliki keunikan tersendiri yang mencerminkan identitas budaya dan kepercayaan masyarakat setempat.
Kostum biasanya terbuat dari bahan alami seperti kain tenun, songket, atau bahan tradisional lainnya yang dihias dengan motif khas daerah.
Warna-warna yang digunakan biasanya cerah dan berani, seperti merah, kuning, dan hijau, melambangkan semangat, keberanian, dan kekayaan alam.
Aksesori yang dikenakan pelaku tari meliputi perhiasan seperti kalung, gelang, dan mahkota yang terbuat dari bahan alami seperti kayu, kerang, dan batu alam.
Perhiasan ini tidak hanya berfungsi sebagai pemanis penampilan, tetapi juga memiliki makna simbolis, seperti perlindungan dari roh jahat atau keberkahan dari leluhur.
Dalam beberapa variasi, penambahan aksesori seperti kain panjang yang melambai mengikuti gerakan tari juga menambah keindahan visual dan dinamika pertunjukan.
Kostum penari biasanya dirancang agar memungkinkan gerakan yang leluasa dan ekspresif, sehingga setiap gerakan tari dapat ditampilkan secara maksimal.
Desainnya juga memperhatikan aspek simbolis dan estetika, menyesuaikan dengan cerita dan makna yang ingin disampaikan.
Beberapa bagian kostum dihias dengan motif tradisional yang mengandung makna tertentu, seperti motif flora dan fauna yang melambangkan kekayaan alam dan kehidupan masyarakat adat.
Selain itu, penggunaan warna dan motif dalam kostum juga mengikuti aturan adat dan kepercayaan lokal. Misalnya, warna tertentu dianggap membawa keberuntungan atau melambangkan kekuatan spiritual.
Aksesori seperti topi, penutup kepala, atau tali pinggang juga memiliki fungsi simbolis dan estetis, memperkuat identitas budaya dalam pertunjukan.
Keunikan ini menjadikan Tari Guel tidak hanya sebagai karya seni gerak, tetapi juga sebagai karya seni visual yang kaya akan simbol dan makna.
Perpaduan antara kostum, aksesori, dan gerakan menciptakan harmoni visual yang memikat penonton. Setiap elemen dipilih dan dirancang dengan cermat untuk menampilkan keindahan dan kedalaman makna budaya.
Dengan keunikan ini, Tari Guel mampu mempertahankan identitasnya sekaligus menarik perhatian generasi muda dan wisatawan yang ingin mengenal kekayaan budaya Indonesia.
Keunikan kostum dan aksesori ini menjadi salah satu ciri khas yang membuat Tari Guel tetap relevan dan menarik di berbagai kesempatan.
Keseluruhan keunikan kostum dan aksesori dalam Tari Guel menunjukkan kekayaan tradisi dan kreativitas masyarakat adat.
Melalui unsur visual ini, pesan budaya dan spiritual dapat disampaikan secara efektif dan memikat, menjadikan pertunjukan tari ini sebagai karya seni yang tidak hanya indah secara estetika tetapi juga sarat makna simbolis.
Demikian kekayaan tradisi budaya Aceh yang masih dipentaskan di berbagai even wisata dalam dan luar negeri.(TH05)















