Khanduri Blang, Tradisi Luhur Sambut Musim Tanam di Aceh

KhanduriBlang
Keluarga petani di Aceh menggelar khanduri blang di areal sawah. Tradisi kenduri (berdoa dan makan bersama) ini biasanya dilakukan menjelang musim tanam setiap tahunnya. (Foto: Twitter @silafaemareen)

Calang. RU – Khanduri Blang (kenduri turun ke sawah) merupakan tradisi yang terbilang penting dan sakral bagi petani di Aceh untuk mengharapkan berkah dan memohon kepada Allah untuk membebaskan sawah dari hama hingga panen tiba.

Khanduri Blang merupakan akulturasi dari kebudayaan adat Aceh dan agama Islam yang disebarkan oleh pedagang dari Arab di Aceh.

Tradisi ini dilestarikan oleh masyarakat dan dilaksanakan setiap memasuki musim tanam padi, namun seiring waktu mengalami perubahan terkait cara dan proses dari masa ke masa, begitu juga tiap wilayah yang memiliki pola ritualnya masing-masing. 

Pelaksanan dari upacara adat ini berupa acara syukuran yang bertujuan untuk mendoakan padi agar terjadi peningkatan produksi dan bebas dari hama. Kegiatan ini pun dilakukan oleh seluruh petani di daerah tersebut. 

Khanduri Blang merupakan perwujudan syukur masyarakat atas rezeki yang diberikan oleh Allah. Doa dan makan di awal masa tanam akan memberikan motivasi dan harapan untuk hasil padi yang melimpah dan berkah. 

Tradisi ini juga merupakan bentuk tolong menolong dan berbagi kepada sesama yang membutuhkan. Dengan acara ini, bisa terjalin rasa kekeluargaan dan gotong royong yang mendalam. 

Khanduri Blang sendiri awalnya hanya dilakukan setahun sekali. Namun, mengikuti perkembangan masa tanam sekarang, tradisi ini dilaksanakan dua kali tiap tahunnya.

Prosesi Khanduri Blang

Khanduri Blang dilakukan setelah masyarakat berziarah ke makam ulama setempat. 

Sebelum acara dimulai, warga akan membawa perlengkapan dapur seperti piring, sendok, alat masak lainnya, serta berbagai bumbu masakan.

Selain itu, mereka juga wajib membawa ayam untuk disembelih di sawah sebagai bagian dari upacara adat.

Selama pelaksanaan Khanduri Blang, perempuan akan memasak kari ayam secara tradisional dan laki-laki akan menyambut tamu undangan dari desa lain. Kari yang dimasak pun berasal dari ayam yang telah disembelih.

Kemudian setelah masakan selesai, akan ada teungku imun, tokoh pemimpin ritual, yang akan memimpin doa. Doa-doa yang dipanjatkan berisi pengharapan agar hasil panen padi melimpah dan terbebas dari hama. 

Setelah doa dilakukan, akan ada tradisi unik di mana tiga jenis dedaunan — daun pinang, daun bungur, dan daun ramai — yang telah diteteskan darah ayam akan diletakkan di pinggiran sawah bersama air yang dicampur beras.

Ritual ini merupakan bentuk harapan untuk kelimpahan rezeki dan menghindari serangan hama. 

Khanduri Blang diakhiri dengan pengumuman oleh teungku imun tentang waktu untuk membajak sawah dan menanam bibit padi secara serentak.

Setelah itu, masyarakat akan menikmati hidangan yang telah mereka masak bersama-sama. 

Kehangatan dari semangat gotong royong akan sangat terasa dalam pelaksanaan tradisi ini.

Budaya penuh makna seperti Khanduri Blang terus dilestarikan di Aceh demi menjaga nilai adat dalam masyarakat agraris yang mengandalkan hasil pertanian.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *