Banda Aceh. RU – Komisi Rekonsiliasi dan Kebenaran (KKR) Aceh mengusulkan agar pelaksanaan kegiatan puncak peringatan hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional yang berlangsung di Aceh diisi dengan kunjungan ke lokasi tertembaknya tiga tokoh Aceh masa konflik lalu.
“Kami usulkan kepada Komnas HAM pada acara puncak peringatan nanti, juga dilaksanakan kunjungan ke tiga lokasi penembakan di Banda Aceh,” kata Ketua KKR Aceh, Mastur Yahya, di Kantor Komnas HAM Aceh, di Banda Aceh, Senin (10/11/2025).
Usulan tersebut disampaikan dalam diskusi dan sharing informasi pelaksanaan kegiatan peringatan hari HAM Internasional yang puncaknya diselenggarakan pada 10 Desember 2025, di Balai Meuseuraya Aceh (BMA) Banda Aceh.
Diskusi dan sharing informasi persiapan peringatan hari HAM Internasional ini dipimpin langsung oleh Wakil Ketua Komnas HAM RI, Putu Elvina, dan Kepala Sekretariat Komnas HAM RI Aceh, Sepriady Utama. Diikuti sejumlah unsur pemerintah, LSM hingga media di Aceh.
Sebagai informasi, Komnas HAM RI melaksanakan puncak peringatan hari HAM Internasional pada 9-10 Desember 2025 di Banda Aceh.
Aceh dipilih karena kegiatan ini menjadi bagian dari memperingati 20 tahun perdamaian Aceh atau MoU Helsinki.
Mastur mengatakan, karena peringatan ini juga diisi dengan visit budaya dan kemanusiaan seperti berkunjung ke Museum Aceh serta Museum Tsunami Aceh, maka KKR Aceh mengusulkan agar kunjungan juga dilakukan pada lokasi penembakan tiga tokoh Aceh saat konflik lalu.
Adapun usulan KKR Aceh tersebut yakni kunjungan ke lokasi tertembaknya Mayjen (Purn) HT Teuku Djohan yang juga pernah menjabat sebagai Wali Gubernur Aceh, Kamis, 10 Mei 2001, di kawasan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.
Kemudian, ke lokasi tertembaknya mantan Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Prof Dayan Dawood, pada Kamis, 6 September 2001, di kawasan kantor Gubernur Aceh sekarang.
Selanjutnya, lokasi penembakan mantan Rektor IAIN Ar-Raniry Banda Aceh (sekarang UIN), Prof Safwan Idris yang terjadi pada Sabtu, 16 September 2000 oleh orang tak dikenal, di depan rumahnya, di kawasan Kopelma Darussalam.
Menurut Mastur, kunjungan ini penting agar memberikan suatu pesan kepada bangsa bahwa persoalan penyelesaian dan pengungkapan pelanggaran HAM berat masa lalu di Aceh belum sepenuhnya selesai.
Dirinya mengatakan, tiga peristiwa itu diusulkan karena pelaksanaan kegiatan nantinya berlangsung di Banda Aceh.
Jika memilih lokasi lain seperti Rumoh Geudong, Simpang KKA, atau Jambo Keupok, lokasinya dinilai cukup jauh dari pusat kegiatan utama di Banda Aceh.(TH05)















