KKR RekomendasikanHak Pemulihan untuk 2.680 Korban Pelanggaran HAM di Aceh

Komisioner KKR
Komisioner KKR Aceh, Yuliati (kiri) saat memberikan keterangan terkait Kepgub Aceh tentang pelaksanaan reparasi korban pelanggaran HAM, di Banda Aceh, Jumat (24/10/2025). (Foto: ANTARA)

Banda Aceh. RU – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh merekomendasikan sebanyak 2.680 korban pelanggaran HAM masa konflik Aceh lalu ke Badan Reintegrasi Aceh (BRA) untuk mendapatkan reparasi atau hak pemulihan dalam jangka waktu 2025-2030.

“Secara keseluruhan dari 2025-2030, BRA sudah mendata 2.680 data korban pelanggaran HAM masa lalu berdasarkan rekomendasi KKR Aceh untuk mendapatkan reparasi,” kata Ketua Pokja Reparasi KKR Aceh, Yuliati dikutip Sabtu (01/11/2025).

Selain dalam jangka waktu lima tahun itu, khusus untuk 2025 ini, KKR Aceh juga telah merekomendasikan sebanyak 557 korban pelanggaran HAM agar diberikan reparasi oleh BRA, dan kini masih menunggu direalisasikan.

Untuk diketahui, hingga hari ini KKR Aceh sudah mengambil pernyataan kepada 5.155 korban pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.

Kemudian, juga terdapat 1.200 yang sedang dalam proses analisis kebenarannya, sehingga nantinya dapat direkomendasi sebagai penerima reparasi.

Sejauh ini, KKR Aceh telah melaksanakan reparasi mendesak kepada 235 korban dari 242 yang direkomendasikan kepada Gubernur Aceh melalui BRA pada 2022 lalu, dan diberikan dalam bentuk bansos uang tunai.

Yuliati menjelaskan, selama ini bentuk reparasi yang diberikan kepada korban dalam bentuk bantuan sosial.

Tetapi, kedepannya lebih kepada proses pemberdayaan ekonomi dan rehabilitasi sosial.

Skema tersebut sudah dapat dilakukan setelah diterbitkannya Keputusan Gubernur (Kepgub) Aceh Nomor 100.3.2/1180/2025 tentang Penetapan Pedoman Pelaksanaan Reparasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM masa lalu di Aceh, yang ditandatangani 29 September 2025.

“Kalau dulu kita tidak memiliki ketentuan khusus soal reparasi, sehingga diberikan dalam bentuk bansos. Tapi, mulai ke depan sudah dalam dua skema, yaitu pemberdayaan ekonomi dan rehabilitasi sosial,” ujarnya.

Yuliati menegaskan, dalam prinsip pemenuhan hak korban pelanggaran HAM itu bersifat berkelanjutan dan bisa mendapatkan lebih dari satu layanan, bahkan dapat diberikan dalam situasi apapun.

“Setiap korban yang pernah mengalami peristiwa di masa lalu, berhak untuk mendapatkan pemenuhan atau pemulihan yang memang menjadi haknya,” demikian Yuliati.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *