Banda Aceh. RU – Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK), Profesor Abd Jamal, mendesak Pemerintah Aceh mengaudit dana sebesar Rp 3,1 triliun yang mengendap di perbankan untuk memastikan transparansi dan mencegah potensi penyalahgunaan.
“Kita tidak tahu dalam bentuk apa dana itu disimpan. Biasanya bisa berupa tabungan, giro, atau deposito. Kalau tabungan dan giro, masih mungkin dicairkan dalam waktu dekat. Tapi kalau deposito, tentu ada waktu jatuh temponya,” ujar Prof Jamal dikutip Senin (27/10/2025).
Wakil Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis USK itu menyebut, hanya Bank Indonesia (BI) yang memiliki data pasti terkait bentuk simpanan tersebut. Karena dasarnya laporan perbankan.
Di samping itu, Prof Jamal menyoroti pentingnya pelaporan bunga atau jasa bank sebagai pendapatan daerah.
Kalau tidak dilaporkan sebagai pendapatan pemerintah, kata dia, berarti ada potensi dana itu dinikmati oleh oknum individu.
Ia menegaskan, langkah audit menyeluruh menjadi satu-satunya cara untuk memastikan tidak ada penyimpangan.
Seperti yang ramai diberitakan, Pemerintah Aceh tercatat memiliki dana simpanan di perbankan sebesar Rp 3,1 triliun per September 2025.
Angka tersebut menempatkan Aceh di posisi kelima tertinggi secara nasional dalam daftar daerah dengan dana pemerintah daerah (pemda) yang belum terserap di bank.
Dana simpanan ini merupakan bagian dari anggaran daerah yang belum terpakai untuk pembiayaan program dan kegiatan pembangunan.
Meski berada di lima besar, nilai simpanan Pemda Aceh masih jauh di bawah provinsi-provinsi dengan saldo tertinggi.
DKI Jakarta menempati posisi teratas dengan total simpanan Rp 14,7 triliun, disusul Jawa Timur sebesar Rp 6,8 triliun, Kalimantan Timur Rp 4,7 triliun, dan Jawa Barat Rp 4,2 triliun.
Sementara di bawah Aceh, terdapat provinsi besar lainnya seperti Sumatera Selatan Rp 2,1 triliun, Jawa Tengah Rp 2 triliun, Kalimantan Tengah Rp 1,7 triliun, Kalimantan Barat Rp 1,7 triliun, dan Banten Rp 1,4 triliun.(TH05)















