Hijau yang Kembali Tumbuh di Tamiang

Avatar photo

“Pertanian berkelanjutan bukan sekadar teknik bertani, melainkan cara kita berterima kasih kepada bumi. Karena dari tanah yang sehat, lahir kehidupan yang lebih baik.”

[Irjen. Pol (P) Drs. Armia Pahmi, MH. Bupati Aceh Tamiang].

RANTAU, SORE ITU; langit Aceh Tamiang masih berwarna tembaga, saat Bupati Irjen. Pol (P) Drs. Armia Pahmi, MH, menapaki pelataran Gudang Kebun Benih Hortikultura Distanbunnak.

Di hadapannya, deretan karung pupuk bertanda jelas [NPK, hayati, organik cair, magnesium] tersusun rapi. Di balik tumpukan itu, ada lebih dari sekadar bantuan; ada pesan perubahan, ada harapan baru bagi bumi dan petani Tamiang.

“Kita sudah harus beralih menuju pertanian yang lebih aman, lebih sehat, dan lestari,” ujar Bupati Armia dalam nada tegas namun penuh kehangatan, menatap para petani yang hadir dengan mata berbinar.

Kata-katanya bukan sekadar seremoni, melainkan seruan moral: untuk menjaga tanah, air, dan kehidupan generasi mendatang.

Mengubah Pola, Menyuburkan Kesadaran

Aceh Tamiang selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung pangan di kawasan Timur Aceh. Namun, di balik hasil panen yang menggembirakan, ada cerita lain yang sering terabaikan; tentang tanah yang mulai kehilangan napasnya karena terus-menerus disiram pupuk kimia, tentang ekosistem mikro yang perlahan menipis.

Bupati Armia melihat persoalan itu bukan sebagai ancaman semata, melainkan sebagai panggilan untuk berbenah.

Melalui penyerahan bantuan puluhan ton pupuk beragam jenis [dari NPK hingga pupuk hayati dan organik cair] beliau ingin menanamkan paradigma baru; bahwa keberhasilan pertanian tidak hanya diukur dari banyaknya hasil panen, tapi juga dari bagaimana bumi tetap subur setelahnya.

“Ketergantungan terhadap pupuk anorganik harus kita kurangi. Tanah yang sehat akan memberi kehidupan yang lebih panjang bagi pertanian kita,” tuturnya dengan nada meyakinkan.

Sinergi Aspirasi dan Kepedulian

Dalam kesempatan itu, Bupati juga menyampaikan apresiasi kepada Anggota DPRA Dapil Aceh 7, M. Rizki, yang melalui aspirasinya membantu mewujudkan program bantuan pupuk ini. Kolaborasi ini menjadi bukti bahwa pembangunan yang berpihak pada rakyat memerlukan simpul-simpul kerja sama antara pemerintah daerah, legislatif, dan masyarakat.

“Ini bukan sekadar distribusi pupuk. Ini adalah upaya konkret menjaga ketahanan pangan dan kesejahteraan petani,” tegas Bupati.

Data menunjukkan, 172 kelompok tani di Aceh Tamiang akan menerima manfaat dari program ini. Rinciannya terukur: pupuk NPK sebanyak 58.440 kg, pupuk hayati 62.114 kg, pupuk organik cair 8.932 liter, dan pupuk magnesium 33.020 kg, disertai paket saprodi jagung [benih, pupuk, serta herbisida].

Di balik angka-angka itu, ada wajah-wajah petani yang menggantungkan hidup pada musim, pada cuaca, dan pada kebijakan yang berpihak. Bantuan ini adalah napas tambahan bagi mereka yang setiap hari bergulat dengan tanah dan harapan.

Dari Pupuk ke Paradigma

Kebijakan pertanian berkelanjutan yang digagas Bupati Armia bukanlah hal yang instan. Ia membutuhkan waktu, kesadaran, dan pendampingan. Namun, seperti menanam benih, setiap langkah kecil akan tumbuh menjadi akar perubahan.

Pertanian berkelanjutan adalah harmoni antara produktivitas dan kelestarian. Ia mengajarkan manusia untuk tidak memaksa alam, tetapi bersinergi dengannya. Bupati Armia memahami itu [bahwa pembangunan sejati tidak boleh mengorbankan keseimbangan ekologis].

“Bantuan ini hanyalah awal,” ucapnya di akhir sambutan. “Mari kita bergandengan tangan, bekerja keras dan berinovasi demi Aceh Tamiang yang lebih makmur, sehat, dan lestari.”

Harapan di Ujung Musim

Menjelang senja, beberapa petani tampak menatap deretan pupuk yang baru mereka terima. Dalam diam, mereka mungkin memikirkan sawah yang akan kembali hijau, atau anak-anak yang kelak hidup dari bumi yang lebih ramah.

Karena di Aceh Tamiang hari itu, yang diserahkan bukan hanya bantuan, tapi harapan—bahwa masa depan bisa ditanam, dipupuk, dan dipanen bersama.

“Pertanian berkelanjutan bukan sekadar teknik bertani, melainkan cara kita berterima kasih kepada bumi. Karena dari tanah yang sehat, lahir kehidupan yang lebih baik.”

[Irjen. Pol (P) Drs. Armia Pahmi, MH, Bupati Aceh Tamiang]

Sore mulai turun pelan di Rantau. Dari kejauhan, aroma tanah basah berpadu dengan angin yang membawa kabar musim tanam.

Di antara deretan pupuk dan benih, terselip keyakinan sederhana: bahwa kesejahteraan tak selalu lahir dari bantuan besar, melainkan dari niat tulus untuk menjaga bumi dan manusia yang menggantungkan hidup padanya.

Bupati Armia tahu betul [pembangunan sejati bukan hanya soal angka dan proyek, tapi tentang mewariskan bumi yang tetap hidup bagi anak cucu].

Di setiap genggaman tangan petani, ada kepercayaan yang tumbuh: bahwa perubahan dimulai dari langkah kecil, dari secangkir kesadaran, dari sebutir benih yang ditanam dengan harapan.

Dan mungkin, dari tanah Aceh Tamiang yang subur inilah, masa depan yang lebih hijau akan lahir [perlahan, tapi pasti]. [].

Hijau kembali tumbuh di Aceh Tamiang — tempat keringat petani menumbuhkan harapan dan menyejukkan bumi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *