Dari Keringat Kemuliaan; Jejak Juang Letnan Andri Yanto di Panggung Dunia

Avatar photo

“Menjadi prajurit bukan hanya soal memegang senjata, tapi juga memegang janji kepada negeri. Setiap keringat yang menetes dari tubuh ini adalah doa; setiap latihan adalah bentuk cinta [kepada bangsa, kepada keluarga, kepada kehidupan].”

ACEH, 2025 Di balik tubuh berotot dan sorot mata tajam itu, tersimpan kisah pengabdian yang tidak biasa.

Letnan Infanteri Andri Yanto bukan sekadar atlet binaraga. Ia adalah prajurit yang memahat mimpi di antara disiplin militer dan keteguhan jiwa olahragawan.

Di tengah gegap gempita perayaan HUT ke-80 TNI, kabar itu datang dari Kuala Lumpur: bendera merah putih kembali berkibar di ajang kejuaraan dunia binaraga, di antara 37 negara peserta.

Di atas panggung Mega Star Arena, Sungei Wang Plaza, Letda Inf Andri berdiri tegap, membawa emas untuk Indonesia [satu-satunya prajurit TNI di kompetisi amatir kelas dunia WFF Universe 2025].

Tubuh Ini Adalah Doa yang Menjelma

Persiapan delapan bulan, disiplin tanpa jeda, dan berat badan yang dijaga di angka 86 kilogram bukan sekadar angka-angka statistik.

Itu adalah ritus perjuangan, semacam ibadah jasmani yang menuntut pengorbanan luar biasa.

Dalam kejuaraan yang diikuti juri-juri dari Cina, Kamerun, Selandia Baru, Australia, hingga Jepang, Andri tampil sempurna; simetri, kelengkapan otot, dan performa panggungnya memukau.

“Alhamdulillah, target emas untuk Indonesia terwujud. Selain latihan keras, dukungan Komandan Korem 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Ali Imran, istri, dan anak-anak menjadi kekuatan batin saya,” tuturnya dengan nada penuh syukur.

Namun di balik panggung gemerlap itu, tersimpan luka batin yang dalam. Di masa persiapan, putri pertamanya berpulang ke sisi Allah.

Ia sempat jatuh dalam duka, tetapi justru dari kehilangan itu lahir semangat baru [semangat untuk mempersembahkan sesuatu yang abadi bagi bangsa dan keluarganya].

“Menjadi prajurit bukan hanya soal memegang senjata, tapi juga memegang janji kepada negeri. Setiap keringat yang menetes dari tubuh ini adalah doa; Setiap latihan adalah bentuk cinta [kepada bangsa, kepada keluarga, kepada kehidupan].”

Dari Barbel ke Bendera

Letnan Andri Yanto bukan sosok baru di dunia binaraga. Tahun 2017 ia menembus podium juara III se-Asia Tenggara di kelas 80 kg. Setahun kemudian, ia meraih emas.

Puncaknya di PON Papua 2021, Andri mempersembahkan emas kelas 80+ kg, lalu mengulang prestasi di Kejuaraan TNI-Polri dan WFF Asia 2023.

Kini, di tahun 2025, ia kembali membuktikan bahwa disiplin seorang prajurit berpadu sempurna dengan semangat seorang atlet.

“Ke depan saya mau upgrade berat badan ke 96 kilogram. Lawan di kejuaraan dunia pasti lebih besar-besar, tapi semangat saya juga harus lebih besar,” ujarnya tersenyum.

Jalan Panjang Menuju Australia

Dengan kemenangan ini, Andri berhak atas tiket pro card untuk berlaga di Kejuaraan Dunia di Australia tahun depan. Namun baginya, kemenangan sejati bukan pada medali, melainkan pada pengabdian.

“Bagi saya, pengabdian tidak selalu di medan perang. Dari dunia olahraga pun, saya bisa mengibarkan Merah Putih dan membanggakan TNI. Itulah cara saya berjuang,” ucapnya dengan mata berbinar.

Di Antara Cahaya dan Bayangan

Setiap kemenangan selalu membawa kisah sunyi yang tak terlihat. Di antara sorak-sorai penonton, Andri menunduk sejenak [mengenang putrinya yang lebih dulu pergi].

Dalam hening itu, ia sadar: tubuh yang kekar ini bukan semata hasil otot, melainkan keteguhan jiwa yang ditempa oleh cinta, kehilangan, dan keyakinan.Ia bukan sekadar atlet yang menang di panggung dunia.

Ia adalah simbol keteguhan seorang prajurit yang membuktikan bahwa pengabdian bisa hadir dalam bentuk apa pun [bahkan dari keringat yang menetes di gym dan air mata yang jatuh dalam doa]. [].

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *