Bireuen. RU – Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bireuen, Anas, mengecam keras dugaan pemerasan yang dilakukan oleh seorang oknum wartawan terhadap rekanan proyek di Kabupaten Bireuen.
Dugaan kasus ini mencuat setelah beredar pesan WhatsApp berisi permintaan uang sebesar Rp30 juta dengan dalih “kompensasi” agar pemberitaan tidak ditayangkan.
“Perilaku seperti ini bukan hanya mencoreng nama baik jurnalisme, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap profesi wartawan,” tegas Anas kepada wartawan, Sabtu (04/10/2025).
Anas menegaskan, sejatinya wartawan adalah ujung tombak penyampaian informasi yang benar, adil, dan berpihak kepada kepentingan publik.
Namun belakangan, muncul sejumlah oknum yang menodai profesi ini dengan tindakan tidak etis, mulai dari plagiarisme hingga pemerasan.
Modus WhatsApp
Kasus ini terungkap setelah tersebar pesan WhatsApp dari seseorang yang mengaku sebagai awak media di Bireuen.
Dalam pesan tersebut, si pengirim mengancam akan melakukan “pemeriksaan detail” terhadap salah satu proyek pembangunan di Puskesmas Peudada jika tidak diberikan uang kompensasi.
“Kami awak media Bireuen akan mengadakan pemeriksaan bangunan secara detail sesuai titik-titik kesalahan yang telah kami konfirmasi di Puskesmas Peudada. Kalau tidak mau tim saya tinjau ke lokasi, seperti biasa keluarkan kompensasi Rp30 juta untuk tim,” demikian isi pesan yang dikutip rahasiaumum.com.
Pesan itu memicu reaksi keras dari kalangan insan pers. Banyak jurnalis profesional menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pemerasan yang jelas-jelas mencoreng etika jurnalistik.
AJI Ingatkan Etika Jurnalistik
Anas menegaskan, jurnalis bukan auditor atau penyidik yang bisa memeriksa dan memvonis sebuah pekerjaan rekanan.
“Banyak yang datang membawa KTA dan mengaku wartawan. Alih-alih meliput, mereka justru melakukan tekanan dan meminta uang,” ujar Anas.
Karena itu, AJI Bireuen menyerukan agar masyarakat lebih waspada dan tidak mudah percaya kepada setiap orang yang mengaku wartawan.
Ia juga meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas oknum yang memanfaatkan profesi jurnalis demi kepentingan pribadi.
Lebih lanjut, Anas mengingatkan bahwa Dewan Pers telah menegaskan larangan wartawan menerima suap atau menyalahgunakan profesi sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik.
“Jika wartawan menggunakan profesinya untuk memeras atau menyebarkan berita bohong, maka mereka bukan lagi jurnalis sejati. Mereka adalah pelanggar etik sekaligus pelanggar hukum,” tegasnya.
Anas menambahkan, tindakan pemerasan dapat dijerat Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara.
“Profesi wartawan harus dijaga martabatnya. Jangan sampai karena ulah segelintir orang, seluruh insan pers kehilangan kepercayaan publik,” pungkasnya.(*)