Lhokseumawe. RU – Seorang perajin bordir dari Desa Blang Cut, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe, Yusmila (42) mengaku produk yang ia hasilkan mampu menembus pasar internasional untuk memenuhi permintaan konsumen di Qatar dan Amerika Serikat.
“Dulu saya hanya dapat Rp 1,5 juta sebula, Sekarang penghasilan saya rata-rata Rp 5 juta per bulan,” ujar Yusmila, Jumat (05/09/2025).
Ia mengaku meningkatnya pendapatan dari sektor kerajinan ini setelah mendapat pembinaan dari Pemerintah Kota Lhokseumawe melalui Dekranasda dan Dinas Perindagkop-UKM pada 2022 lalu.
Peralatan modern, pelatihan desain, hingga kesempatan studi banding ke Tasikmalaya membuat bordirannya naik kelas.
Yusmila pun bukan satu-satunya perajin bordir di Lhokseumawe. Di kota ini, bordir juga bukan sekadar kerajinan tangan, melainkan denyut nadi ekonomi masyarakat, terutama kaum perempuan.
Wali Kota Lhokseumawe, Dr Sayuti Abubakar menyebutkan ada 1.951 IKM (Industri Kecil Menengah) di wilayah itu, dimana 149 di antaranya bergerak di bidang bordir.
Untuk memperkuat sektor ini, pemerintah pun membentuk dua sentra utama yaitu Sentral Bordir Blang Cut dan Sentral Bordir Bathupat.
Masing-masing menaungi ratusan tenaga kerja yang sehari-hari menghidupi keluarganya lewat jahitan penuh ketelatenan.
Sentral Bordir Blang Cut terdiri atas 86 kelompok usaha dengan melibatkan 345 perajin dari sejumlah desa di Kecamatan Blang Mangat.
Sementara Sentral Bordir Bathupat terdiri atas 63 kelompok usaha dengan 238 tenaga kerja dari sejumlah desa di Kecamatan Muara Satu.
“Motif yang mereka hasilkan sebagian besar khas Aceh, seperti Bungong Cane Meusagoe, Awan Sioun, Dheun Bungong Sagoe, Pucok Reubong, dan Awan Meuputa,” ujar Sayuti. Tak heran, bordiran Lhokseumawe kini bukan hanya bersaing di pasar lokal, tapi juga merambah pasar luar negeri.(TH05)