Wali Nanggroe Hadiri EEF Rusia, Promosikan Lima Potensi Investasi di Aceh

WaliNanggroe
Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar saat memaparkan potensi investasi Aceh dalam Eastern Economic Forum (EEF) ke-10 yang berlangsung di Vladivostok, Federasi Rusia, Kamis (04/09/2025). (Foto: Humas Wali Nanggroe Aceh)

Vladivostok. RU – Wali Nanggroe Aceh Tgk Malik Mahmud Al Haythar mempromosikan lima sektor utama potensi investasi di Aceh dalam Eastern Economic Forum (EEF) ke-10 yang berlangsung di Vladivostok, Federasi Rusia, pada 3 sampai 6 September 2025.

“Sebagai bagian dari Indonesia yang damai dan dinamis, Aceh tetap menjadi wilayah dengan potensi besar untuk kerja sama internasional,” kata Tgk Malik Mahmud Al Haythar dalam keterangannya, Jumat (05/09/2025).

Forum internasional yang diadakan setiap tahun di Vladivostok itu bertujuan untuk mendorong investasi asing di Timur Jauh Rusia. Diselenggarakan sejak September 2015, di Universitas Federal Timur Jauh di Vladivostok, Rusia.

Dalam forum tersebut, Wali Nanggroe Aceh berpartisipasi pada sesi bertajuk “The Greater Eurasian Partnership: New Paradigms for the Continent’s Development” yang membahas paradigma baru integrasi ekonomi di kawasan Eurasia.

Di hadapan perwakilan lebih dari 70 negara, Wali Nanggroe menekankan posisi strategis Aceh sebagai pintu gerbang barat Indonesia yang menghubungkan samudra hindia dan Asia-Pasifik.

“Sejak berabad-abad lalu, Aceh menjadi persimpangan peradaban global yang mempertemukan pedagang, cendekiawan, dan budaya dari Asia, Timur Tengah, hingga Eropa. Maka Aceh memiliki potensi kerjasama Internasional,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Tgk Malik menyampaikan bahwa terdapat lima sektor utama peluang investasi Aceh, yakni di bidang pertanian, Aceh memiliki lahan subur yang menghasilkan komoditas kelas dunia, terutama Kopi Arabika Gayo, yang diakui secara internasional dan dilindungi oleh Indikasi Geografis.

“Selain itu, Aceh membudidayakan kakao, kelapa sawit, kelapa, padi, serta beragam buah dan rempah tropis,” katanya.

Kemudian di sektor peternakan dan perikanan, lahan penggembalaan yang luas di Aceh mendukung budidaya sapi dan kambing.

Lalu, garis pantai Aceh sepanjang 1.600 kilometer dan kekayaan sumber daya laut memberikan potensi besar bagi perikanan dan akuakultur, khususnya tuna, udang, dan rumput laut yang telah menembus pasar internasional.

Selanjutnya, Aceh juga memiliki hutan dengan keanekaragaman hayati di dalamnya, terutama ekosistem Leuser, salah satu hutan hujan tropis besar terakhir di Asia Tenggara, yang merupakan suaka bagi spesies langka dan terancam punah seperti gajah, harimau, orangutan, dan badak sumatera.

“Ekosistem unik ini menghadirkan peluang berharga untuk konservasi, ekowisata, dan kolaborasi ilmiah,” ujarnya.

Keempat, lanjut Tgk Malik, energi dan sumber daya alam. Aceh dianugerahi cadangan minyak dan gas alam yang signifikan, yang secara historis diwakili oleh lapangan gas Arun Lhokseumawe.

Saat ini, Aceh membuka blok-blok baru untuk eksplorasi minyak dan gas sekaligus bergerak menuju energi terbarukan, pembangkit listrik tenaga air, panas bumi, dan tenaga surya. Ini sejalan dengan tujuan keberlanjutan global.

Sektor terakhir yang disampaikan adalah pariwisata dan budaya. Aceh, kata Wali Nanggroe, tidak hanya diberkahi dengan keindahan alam seperti pantai yang masih perawan, terumbu karang, dan pegunungan yang megah, tetapi juga warisan budaya yang kaya.

“Dikenal sebagai Serambi Mekah, Aceh merepresentasikan tradisi Islam yang hidup, seraya menawarkan pengalaman unik seperti Tari Saman yang diakui UNESCO serta tradisi kuliner yang semarak, dari mi Aceh hingga kopi Aceh yang terkenal di dunia,” demikian Tgk Malik Mahmud.(TH05)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *