Kualasimpang. RU – Ada Mafia ‘Kartel’ [Organisasi Kejahatan yang Tersistemik] bertopeng Kelompok Tani (Poktan) di Alur Cina dan Durhaka kuasai 900 hektar Hutan Lindung (HL) dan Hutan Produksi (HP) Mangrove dikonversi menjadi perkebunan Kelapa Sawit ilegal sudah berjalan bertahun tak terjamah hukum di Kampung Kuala Genting kecamatan Bendahara.
Kartel ini mengalihfungsikan Mangrove menjadi kebun Kelapa Sawit, sudah berjalan dua tahun, struktur Kartel tertata sangat rapi [Berdasarkan dokumen kepemilikan], lebih cilakanya, ada orang asing [Orang di luar Aceh Tamiang] sebagai pemilik lahan di tanah ‘haram’ itu. Para Kartel bersembunyi dibalik 35 orang Kelompok Tani (Poktan), agar aksi kejahatan lingkungan yang mereka lakukan tak terbaca oleh siapa pun dan berjalan mulus.
Anehnya, kenapa pihak penindak hukum dan pengambil kebijakan seperti kehilangan pamor dan seakan dibiarkan HL dan HP Mangrove itu porak poranda dikonversi [Dialihfungsikan] menjadi perkebunan Kelapa Sawit ilegal.
Wajah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Langsa, Direktorat Jenderal (Ditjend) Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera tercoreng sebab dianggap tak mampu menindak dan membiarkan penghancuran HL dan HP Mangrove di Alur Cina, Alur Durhaka seluas 900 hektar dan di Kuala Genting 500 hektar dikonversi menjadi perkebunan Kelapa Sawit ilegal.Apalagi prosesnya sudah berjalan dua tahun, secara de facto naif sekali kalau KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera tidak tahu itu.
Tugas mereka melakukan pengawasan dan penindakan. 900 hektar dan atau 1400 hektar hutan Mangrove di wilayah itu telah hancur, tidak terdeteksi. Teknologi canggih sudah ada, tinggal pantau dengan citra satelit dapat terlihat degradasinya.
Mustahil, ada apa sebenarnya dengan KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera?, seperti di tutup-tutupi.
Demikian dikatakan Direktur Eksekutif Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari), Sayed Zainal M, SH dan Komunitas Jurnalis Lingkungan (KJL) Aceh Tamiang pada wartawan dari lokasi laju kerusakan Alur Cina – Kampung Kuala Genting kecamatan Bendahara Aceh Tamiang. Selasa, (19/8/ 2025).
“Kami tidak akan membiarkan ini berlanjut, harus dihentikan. Ini tanggung jawab KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera. Jika tak ada tindakan apa pun kami [LembAHtari dan KJL] akan laporkan ini ke Ditjen Gakkum KLHK Pusat serta lakukan Gugatan Class Action,” tegas Sayed Zainal.
Apalagi, sebutnya; LembAHtari dan KJL sudah meminta pihak KPH Wilayah III Langsa dan Ditjend Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera untuk membentuk tim Satuan tugas gabungan yang melibatkan Pemerintah Aceh Tamiang, Polres dan institusi terkait lainnya untuk melakukan penindakan.
“Ini kejahatan lingkungan, tak bisa ditolerir. Harus ditindak, Pidanakan para pelaku kejahatan lingkungan alifunsi Mangrove ini, jebolkan seluruh bedeng [Pembatas Kebun untuk mengeringkan air] agar air masuk kembali ke perkebunan Ilegal itu untuk mematikan Kelapa Sawitnya, Reboisasi lahan yang telah hancur dan Lakukan pengawasan rutin agar Mangrove tidak dialihfungsikan lagi,” tegas Sayed.
Serahkan Dokumen Poktan dan Fakta Lapangan
Sayed dan timnya menemui tim gabungan KPH Wilayah III Langsa, Polres Aceh Tamiang dan meminta agar pihak-pihak terkait menindak para pelaku kejahatan lingkungan HL Mangrove, berkali kali Sayed mengatakan kepada pihak KPH Wilayah III Langsa.
“Ini pembiaran, faktanya seperti yang kita lihat, mustahil anda-anda tidak mengetahuinya, apalagi ini sudah berjalan cukup lama, kalian harus, harus bertanggung jawab untuk untuk hal ini,” bebernya.
Padahal itu penuh dengan rekayasa, bagaimana tidak, tanah negara di kawasan lindung hutan Mangrove bisa dikuasai dan atau dimanfaatkan.
Bebernya, pada 13 Januari 2020 Poktan ini membuat surat keterangan terdaftar di Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Aceh Tamiang nomor surat terdaftar 250.13/2020.
Dan ditanggal 27 Januari 2023, mereka mengajukan ijin menggunakan alat berat [Excavator] di wilayah Hutan Mangrove ke KPH Wilayah III Langsa. Dengan tujuan; Peninggian Tanggul, Pembuatan Parit Cacing dan Pembersihan Lahan Tidur.
“Seharusnya KPH Wilayah III Langsa, menjawab surat yang diajukan oleh Poktan tersebut dengan mengatakan bahwa; kawasan yang mereka kuasai adalah kawasan Hutan Lindung dan Hutan Produksi Mangrove, yang tidak bisa dialihfungsikan, apalagi dibabat. Mereka selektif dan teliti untuk hal-hal yang sifatnya urgent,” tegas Sayed lagi.
Ada beberapa titik lainnya yang masuk dalam kawasan HP Mangrove seperti di Kuala Peunaga, Kuala Genting, sudah dibuka [Dialihfungsikan] sejak tahun 2020 lalu. Saat ini kebun-kebun sawit ilegal itu sudah berbuah pasir [Buah pertama].
“Dan itu, perlu diinventarisasi siapa-siapa pemilik penguasaan lahan secara ilegal yang ada di HP Mangrove tersebut, sebab itu kejahatan lingkungan yang sangat brutal dan terbesar di Aceh,” pungkas Sayed. [S04].