Gaza. RU – Kabinet keamanan Israel pada pekan lalu menyetujui rencana merebut Kota Gaza dan memaksa pemindahan ratusan ribu warga ke zona konsentrasi, meskipun ada kecaman internasional dari PBB dan perbedaan pendapat dari dalam militer Israel sendiri.
Namun, pada Rabu (13/8/2025) pagi, Kepala staf militer Israel, Eyal Zamir menandatangani “kerangka utama” rencana operasi pencaplokan Gaza dalam pertemuan dengan komandan tertinggi, perwakilan Shin Bet, dan perwira senior
Serangan darat dan udara pun dilancarkan ke Gaza dan permukiman di sekitarnya, membuat setidaknya 100 warga Palestina syahid.
Penyerbuan militer ini menyusul peningkatan serangan di bagian utara wilayah tersebut, di mana 61 orang syahid di Kota Gaza yang jadi target pencaplokan Israel.
Serangan udara Israel terhadap kelompok yang berusaha mengamankan distribusi bantuan di utara Kota Gaza juga menewaskan 12 orang pada Rabu (13/8/2025).
Selain itu, 37 orang yang putus asa mencari makanan untuk keluarga mereka, juga syahid akibat tembakan Israel. Termasuk 16 orang meninggal ditembak di dekat titik bantuan di utara Rafah, dan 14 lainnya syahid dan 113 terluka oleh pasukan Israel saat menunggu bantuan.
Aljazeera mencatat, dalam periode pelaporan 24 jam terakhir, setidaknya delapan orang, termasuk tiga anak-anak, meninggal karena kelaparan dan kekurangan gizi yang diberlakukan Israel. “Jumlah total kematian terkait kelaparan sejak perang dimulai pada Oktober 2023 menjadi 235, di antaranya 106 anak-anak,” kata Kementerian Kesehatan pada hari Rabu (13/8/2025).
Pemusnahan Anak-anak Palestina
Philippe Lazzarini, kepala Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), menggambarkan kematian tersebut sebagai ‘pemusnahan terhadap anak-anak dan masa kanak-kanak di Gaza’.
“Ini merupakan tambahan dari: lebih dari 40.000 anak dilaporkan tewas atau terluka akibat pemboman dan serangan udara, setidaknya 17.000 anak tanpa pendamping dan terpisah, dan satu juta anak yang mengalami trauma mendalam dan putus sekolah,” tulisnya dalam postingan di X.
“Anak-anak adalah anak-anak. Tidak seorang pun boleh tinggal diam ketika anak-anak meninggal, atau secara brutal kehilangan masa depan mereka, dimanapun anak-anak ini berada, termasuk di Gaza.”
Sistem layanan kesehatan di Gaza juga telah menjadi target penghancuran yang dilakukan oleh militer Israel, kata para ahli PBB pada hari Rabu. Mereka menuduh Israel dengan sengaja menyerang dan membuat para petugas kesehatan, paramedis, dan rumah sakit kelaparan untuk memusnahkan layanan medis di wilayah tersebut.
“Sebagai umat manusia dan pakar PBB, kami tidak bisa tinggal diam terhadap kejahatan perang yang terjadi di depan mata kita di Gaza,” kata Tlaleng Mofokeng, pelapor khusus hak atas kesehatan, dan Francesca Albanese, pelapor khusus situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki sejak tahun 1967.
“Selain menjadi saksi atas genosida yang sedang berlangsung, kami juga menjadi saksi atas adanya ‘medisida’, sebuah komponen jahat dari penciptaan kondisi yang disengaja untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza, yang merupakan tindakan genosida,” kata para ahli.
Ketika jumlah korban jiwa terus meningkat di Gaza akibat serangan Israel dan blokade yang kejam, delegasi dari kelompok Palestina Hamas dijadwalkan untuk memulai diskusi di Mesir mengenai potensi gencatan senjata pada Rabu.
Putaran perundingan gencatan senjata tidak langsung sebelumnya di Qatar berakhir dengan kebuntuan pada akhir Juli. Ini setelah Israel dan Amerika Serikat menarik delegasi mereka beberapa jam setelah Hamas menyampaikan tanggapannya terhadap proposal gencatan senjata.
Pembicaraan di Kairo akan terfokus pada cara-cara menghentikan perang, memberikan bantuan, dan “mengakhiri penderitaan rakyat kami di Gaza”, kata pejabat Hamas Taher al-Nono.
Seorang pejabat Palestina yang akrab dengan negosiasi tersebut mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Hamas percaya negosiasi adalah satu-satunya cara untuk mengakhiri perang dan terbuka untuk mendiskusikan ide apa pun yang dapat mengakhiri perang.
Seorang perwakilan Hamas juga mengatakan bahwa kelompok tersebut bersedia menyerahkan pemerintahan Gaza kepada komite nonpartisan. Namun, kelompok itu tidak akan melucuti senjatanya sebelum negara Palestina didirikan.
Pasukan Israel telah melakukan serangan intensif selama berhari-hari di Zeitoun, salah satu lingkungan terbesar di Kota Gaza. Mereka menghancurkan lebih dari 300 rumah dalam tiga hari terakhir, kata kantor berita WAFA, mengutip Pertahanan Sipil Gaza.
Lingkungan tersebut telah menghadapi pemboman dan pembongkaran terus menerus sejak Selasa (12/8/2025). Pejabat Pertahanan Sipil mengatakan seluruh keluarga syahid ketika rumah mereka diledakkan tanpa peringatan menggunakan bom berdaya ledak tinggi yang juga meratakan bangunan di sekitarnya.(TH05)