Meulaboh. RU – Tim Kuasa Hukum Tgk. H. Mawardi Basyah, S.Sos, menyampaikan Nota Pembelaan (Pledoi) atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara nomor 30/Pid.Sus/2025/PN Mbo di Pengadilan Negeri Meulaboh.
Pihak pembela berpendapat bahwa kliennya tidak bersalah dan meminta majelis hakim membebaskannya dari seluruh dakwaan, dalam pledoi yang dibacakan, pada Senin (11/08/2025).
Kuasa hukum, Akbar Dani Saputra, SH, menegaskan bahwa dakwaan dan tuntutan jaksa tidak didukung bukti yang terungkap di persidangan.
Menurutnya, seluruh unsur pidana yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan.
Dalam argumen pembelaannya, pihak kuasa hukum menanggapi surat tuntutan jaksa dengan beberapa poin.
Pertama, unsur “Setiap Orang” tidak dapat dipenuhi tanpa adanya pembuktian bahwa terdakwa benar-benar melakukan perbuatan pidana yang dituduhkan.
Karena unsur utama tindak pidana tidak terbukti, terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban.
Kedua, unsur “Melakukan Kekerasan” dinilai tidak terbukti karena penuntut umum gagal menunjukkan adanya kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap korban anak.
Berdasarkan fakta di persidangan, tidak ada hubungan sebab-akibat antara gerakan tangan terdakwa dengan kemerahan di pipi korban.
Akbar juga menambahkan, secara logis, tamparan dari orang dewasa akan menimbulkan bekas yang lebih nyata dan bertahan lama, bukan hilang dalam waktu 15-20 menit seperti yang disampaikan saksi.
Hal ini, kata dia, sejalan dengan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan di persidangan. Bahkan, korban sendiri tidak pernah menyatakan bahwa dirinya ditampar terdakwa.
Terkait dugaan penamparan, Akbar menyebut telah terbantahkan di pengadilan. Wali kelas korban bahkan mencabut keterangannya di BAP polisi dan menyatakan tidak benar ada penamparan.
Mengenai Visum Et Repertum, kuasa hukum meragukan keabsahannya karena mencatat adanya memar dan lebam yang menurut ahli forensik tidak mungkin muncul bersamaan pada orang hidup.
Selain itu, visum menggunakan istilah diameter untuk menggambarkan luka, yang umumnya digunakan pada luka berbentuk lingkaran seperti bekas peluru, bukan luka akibat benda tumpul yang diukur dengan panjang dan lebar.
Kuasa hukum juga menyoroti pemeriksaan psikologis yang dinilai cacat prosedur.
Menurutnya, pemeriksaan tersebut tidak sah karena tidak memenuhi standar asesmen psikologi di Indonesia dan melanggar Pasal 9 Kode Etik HIMPSI.
Ahli dari pihak jaksa dinilai tidak menggunakan instrumen terstandar dan hanya melakukan wawancara singkat, sehingga hasilnya dianggap sebagai opini dan asumsi semata.
Lebih lanjut, ia menegaskan tidak adanya petunjuk yang menguatkan dakwaan.
Kesaksian para saksi dinilai saling bertentangan dan sebagian besar bersifat testimonium de auditu (berdasarkan cerita orang lain), bukan dari pengalaman langsung.
“Jaksa Penuntut Umum mengabaikan fakta persidangan dan tetap menuntut pidana, padahal bukti yang ada mengarah pada ketidakbersalahan terdakwa,” ujarnya.
Dalam pledoinya, kuasa hukum memohon majelis hakim menerima pembelaan secara penuh, menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah, serta membebaskannya tanpa syarat (vrijspraak).
Ia juga meminta pengadilan memulihkan nama baik, kedudukan, harkat, dan martabat terdakwa, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
“Kami berharap majelis hakim menjatuhkan putusan yang adil dan bijak, berlandaskan fakta persidangan, dengan tetap menjunjung tinggi tujuan hukum: keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum,” tutup Akbar Dani Saputra.(T014)