Kualasimpang. RU – Monitoring dan Investigasi tim Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) menemukan bahwa; Pembabatan Kawasan Hutan Bakau [Dengan status] Hutan Lindung di sekitar Alur Durhaka dan Alur China, Kuala Genting Kecamatan Bendahara Aceh Tamiang sangat memprihatinkan [Deplorable Condition].
Pembabatan pohon Rizophoraceae [Mangrove] untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit di Alur Cina dan Alur Durhaka mencapai kurang lebih 500 hektar luasnya.
Degradasi itu sudah pada titik sangat prihatin tanpa ada pencegahan dan penghentian, apalagi menindak pelaku dan pemilik modal yang membiayai atau membacking alihfungsi itu. Seperti pengusaha sawit ilegal dan oknum aparat di Aceh Tamiang.
Demikian penjelasan direktur eksekutif LembAHtari. Sayed Zainal M, SH. Pada media. Selasa, 5 Agustus 2025 dari Kualasimpang.
Sayed menyebut; Monitoring LembAHtari dan para Jurnalis ke lokasi Alur Durhaka dan Alur China, pada 3 Agustus 2025 lalu menemukan dua unit excavator sedang bekerja secara terang-terangan di areal itu.
Tim LembAHtari – Jurnalis menerbangkan drone setinggi 250 meter pada koordinat 4°,45371541 N 98°,2321576 E terlihat Area yang telah dibabat dan pembuatan bedeng-bedeng sepanjang sepadan di Alur China dan Alur Durhaka, kondisinya mulai ditanam sawit.
Diperkirakan dari foto drone [Foto Udara] bahwa; kawasan hutan lindung yang dibabat dan dialihfungsikan menjadi kebun sawit mencapai 500 hektar secara illegal.
Dia menegaskan, itu adalah bukti pembiaran diduga telah terjadi unsur kesengajaan dan pembiaran; tentunya Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh beserta KPH Wilayah VIII Langsa harus bertanggung jawab atas terjadinya pembabatan dan atau perusakan ekosistem mangrove di Aceh Tamiang.
Perlu diketahui bahwa; Hutan Mangrove yang ada di Aceh Tamiang memiliki spesies terlengkap di Indonesia. Jika ini terus dibiarkan banjir Rof dan Intrusi air asin akan menghantam wilayah pemukiman pesisir Aceh Tamiang.
Mengingat data kawasan hutan bakau di Aceh Tamiang di empat kecamatan pesisir Aceh Tamiang mencapai ±24,720,2 hektar terdiri dari Hutan Produksi (HP), Hutan Lindung (HL) dan kawasan konservasi terluas di Provinsi Aceh.
LembAHtari – Jurnalis menilai bahwa; Kondisi kawasan hutan Mangrove di Aceh Tamiang saat ini sangat kritis. Perusakan terbesar dibabat untuk dialihfungsikan menjadi perkebunan Kelapa Sawit secara ilegal.
LembAHtari minta pada Direktur Jenderal Penegakkan Hukum (Ditjend Gakkum KLHK) RI, Badan Gakkum LHK Sumut, Satgas PKH, Polda Aceh, Dinas LHK Aceh mengambil langkah segera, menghentikan pembabatan hutan mangrove di Kuala Genting dengan melibatkan unsur pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang. Sehingga para pelaku bisa ditangkap dan diproses secara hukum.
Lebih memprihatinkan lagi, pembabatan dengan mengalihfungsikan menjadi kebun sawit sudah mengarah ke muara sungai Kuala Genting dan Kuala Penaga [Pertemuan Sungai dan Laut].
Dipastikan lembAHtari, bahwa; Perkebunan Kelapa Sawit yang ada di HL Mangrove tersebut bukan milik masyarakat tetapi milik pengusaha kebun sawit dan dicurigai ada oknum-oknum aparat ikut membacking kejahatan lingkungan tersebut.
Apalagi kebun Kelapa Sawit itu ada di kawasan hutan produksi dan hutan lindung termasuk dititik lainnya seperti di Kuala Genting dan di Kuala Penaga yang dibuka sejak tahun 2020 telah dibabat menjadi kebun sawit.
“Sekali lagi saya tegaskan bahwa; Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh dan KPH Wilayah VIII Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Langsa harus bertanggung jawab atas situasi dan pembiaran ini karena tidak mampu menggunakan kewenangannya berkaitan tugas dan tanggung jawab,” pungkasnya. [S04].