Kutacane. RU – Sebanyak 11 wanita dan satu pria diamankan petugas gabungan dalam razia Penyakit Masyarakat (pekat) di dua lokasi hiburan malam di Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu, 19 Juli 2025 malam.
Para wanita tersebut diduga sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) yang beroperasi secara tersembunyi di sejumlah kafe remang-remang.
Razia gabungan dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH) Aceh Tenggara bersama Polisi Militer.
Petugas menyisir dua lokasi yakni sebuah kafe di Kecamatan Deleng Pokhisen, dan kedai tuak di Kecamatan Babul Makmur.
Kepala Satpol PP-WH Aceh Tenggara, Ramisin, menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari penegakan Qanun Syariat Islam yang berlaku di Aceh.
Dari dua lokasi itu, petugas mengamankan belasan orang yang terindikasi terlibat dalam aktivitas hiburan malam ilegal dan penjualan minuman keras tradisional.
“Tim mengamankan 11 perempuan dan satu pria yang diduga terlibat dalam praktik melanggar syariat. Mereka akan dibina dan didalami lebih lanjut keterangannya,” ujar Ramisin, pada saat rahasiaumum.com menerima informasi pada Senin, 21 Juli 2025 malam.
Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP-WH Aceh Tenggara, Misyadi Sunanda, menambahkan bahwa para wanita yang diamankan diduga melayani pelanggan dengan tarif bervariasi.
Keterangan lebih lanjut, Oknum Kepala Desa Diduga Terlibat, disebutkan bahwa pelanggan mereka bukan hanya masyarakat umum, tetapi juga diduga melibatkan oknum aparat desa.
“Diduga ada oknum pengulu kute (kepala desa) yang menjadi pelanggan. Mereka biasa memakai jasa para wanita ini di tempat-tempat yang sudah kami identifikasi,” ujar Misyadi, Selasa (22/07/2025).
Menurut Misyadi, tarif layanan para PSK itu berkisar antara Rp.200.000; hingga Rp.500.000; untuk satu kali pertemuan singkat (short time), tergantung fasilitas kamar dan layanan yang diberikan.
Sebagian besar dari para wanita tersebut berasal dari luar daerah, seperti Semarang, Medan, dan Lhokseumawe. Mereka mengaku datang ke Aceh Tenggara karena alasan ekonomi.
“Rata-rata mereka berstatus janda dan bekerja demi memenuhi kebutuhan rumah tangga serta biaya pendidikan anak,” lanjut Misyadi.
Petugas juga mengungkap bahwa para wanita ini kerap berpindah-pindah lokasi untuk menghindari razia. Salah satu wilayah yang kerap dijadikan tempat praktik mereka adalah Desa Lawe Rakat, Kecamatan Lawe Sigala Gala.
Dengan berdandan menarik dan menargetkan pelanggan berpenampilan mewah, praktik prostitusi terselubung ini terus menjadi perhatian Satpol PP-WH.
Pemerintah Kabupaten Aceh Tenggara menyatakan akan terus melakukan penindakan terhadap aktivitas yang bertentangan dengan syariat Islam dan peraturan daerah.
Razia serupa akan digelar secara rutin sebagai bagian dari komitmen penegakan hukum di wilayah tersebut.(*)