Banda Aceh. RU – Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Barat (IPELMABAR) Banda Aceh melayangkan kritik tajam terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri RI terkait penetapan empat pulau di perbatasan Aceh-Sumatera Utara.
Sekretaris Umum IPELMABAR, Ferri Rismawan, menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap sejarah dan hak-hak masyarakat Aceh, pada Senin (16/06/2025).
Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Ketek, dan Pulau Mangkir Gadang sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Ferri menegaskan bahwa keempat pulau itu secara historis dan administratif berada dalam wilayah Aceh, tepatnya Kabupaten Aceh Singkil.
“Ini bukan sekadar soal batas wilayah. Ini soal identitas dan sejarah, Keputusan ini melukai masyarakat Aceh, Mereka yang sejak dahulu bermukim dan mengelola pulau-pulau tersebut,” ujar Ferri dalam keterangannya.
Menurutnya, dokumen kepemilikan wilayah yang diterbitkan sejak tahun 1965 serta keberadaan prasasti di Pulau Mangkir Ketek menjadi bukti kuat bahwa wilayah tersebut adalah bagian dari Aceh.
Ferri juga menyoroti lemahnya proses verifikasi dari Kemendagri, yang hanya merujuk pada data spasial dan laporan tahun 2008, tanpa mempertimbangkan kesepakatan lama antara dua provinsi.
“Ada kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992, yang saat itu juga disaksikan Mendagri. Mengapa itu diabaikan? Ini mencurigakan, apalagi jika dikaitkan dengan potensi sumber daya alam, seperti migas, di sekitar pulau-pulau tersebut,” katanya.
Ferri menilai keputusan ini bertentangan dengan semangat otonomi khusus Aceh yang dijamin dalam MoU Helsinki 2005.
Selain itu, ia mengajak mahasiswa dan masyarakat Aceh untuk menyuarakan penolakan secara kolektif dan terorganisir.
“Langkah hukum perlu ditempuh, termasuk uji materi di PTUN. Tapi kami juga mengajak seluruh elemen masyarakat agar tetap menjaga ketertiban dan memperjuangkan keadilan,” lanjutnya.
Ferri menegaskan bahwa perjuangan ini bukan tentang konflik antarprovinsi, tetapi demi menjaga kedaulatan sejarah dan wilayah Aceh.
“Kami tidak ingin konflik horizontal terjadi. Tapi kami juga tidak akan tinggal diam jika identitas kami dirampas,” pungkasnya.(T014)