Dulu Terisolir, Kini ‘Baling Karang’ Mudah Diakses

Dulu Terisolir, Kini ‘Baling Karang’ Mudah Diakses
banner 120x600
banner 468x60

Kualasimpang. RU – Kampung (Desa) Baling Karang namanya, letaknya di Kecamatan Sekerak Kabupaten Aceh Tamiang. Untuk bisa sampai ke Kampung itu harus menempuh perjalanan sejauh 45 kilometer arah Barat ibukota kabupaten (Kota Kualasimpang).

Kondisi jalannya sangat baik (beraspal) dengan vegetasi perkebunan Kelapa Sawit rakyat dan perusahaan besar pemilik Hak Guna Usaha (HGU), serta sungai yang sesekali menyembul menemani perjalanan.

Panorama perbukitan cekung nan indah, menambah decak kagum kebesaran Allah SWT. Baigronnya gunung berbatuan Sangka Pane; membujur dari Selatan menuju Barat, berada di antara Aceh Tamiang dengan Aceh Timur.

Baling Karang, baru saja meretas diri dari keterisoliran. Sejak tahun 1968 kampung ini benar benar sulit untuk di terabas (didatangi). Mengingat kondisi akses, tanah berlumpur dipenuhi lubang-lubang bekas pijakan ban truk bermuatan puluhan ton kelapa sawit] berisi air hujan.

Jika musim kemarau kita bisa sampai ke Baling Karang kisaran 3 – 4 jam perjalanan dengan menggunakan truk yang memakai dobel gardan.

Sebaliknya jika musim penghujan tiba, untuk dapat menjangkau kampung itu bisa 12 jam perjalanan, karena beratnya medan yang dilalui berlumpur, berlubang dan sangat licin.

Bahkan tak jarang, masyarakat harus menginap (bermalam) di jalan, karena kelelahan berjibaku dengan lumpur. Baru keesokan subuhnya mereka melanjutkan kembali perjalanannya menuju Baling Karang.

Tahun 90-an sampai 2000-an untuk memasuki kampung Baling Karang ada dua cara, dengan menggunakan akomoda transportasi air dan penyeberangan menggunakan Getek (Perahu besi gandeng bermesin).

Jika dengan akomoda air (Boat) bisa menempuh perjalanan 6–7 jam perjalanan menelusuri terusan Daerah Aliran Sungai (DAS) Tamiang, dengan panorama hutan gegas dan hutan lebat di kiri kanan sungai.

Sedangkan jalur darat dapat di tempuh dengan sepeda motor dan mobil dobel gardan. Risikonya jika musim hujan berjibaku dengan Lumpur dan tanah licin. Dan musim kemarau masyarakat bergumul dengan debu lumpur yang telah mengering.

Aleh aleh, masyarakat Baling Karang lebih gandung menggunakan akomoda air, meski terbilang lama. Namun tidak berisiko jatuh.

Akomoda air dibagi dua sesi, setiap hari boat berangkat ke kota kabupaten (Kualasimpang) yang membawa penumpang untuk berbelanja bisa dua atau tiga boat.

Tiga boat yang naik ke Baling karang membawa belanjaan dagang kebutuhan masyarakat di sana bersama penumpangnya. Begitu setiap harinya aktifitas masyarakat di Baling Karang.

Transportasi air menjadi primadona saat itu. Dari kampung Baling Karang menuju kota mereka bawa komoditi yang akan di jual.

Seperti, Pinang, Padi, Kakao, Kopi, Kelapa Sawit, Jeruk Lemon dan Karet serta komoditi lainnya. Itu di jalani selama puluhan tahun.

Pahit getirnya kehidupan di kampung terisolir Baling Karang tak menciutkan nyali mereka untuk maju dan berkembang. Hari ini, itu mereka buktikan menolak keterbelakangan di semua sektor.

“Kami sangat menderita puluhan tahun lamanya. Jika saya ingat sejak tahun 1968 kami di sini tak tahu dunia luar seperti apa. Untuk mendapatkan sesuatu, saat saya kecil dulu, harus menempuh perjalanan kurang lebih 7 jam lamanya. Membuat kami terpuruk dan sedikit putus asa,” kenang Datok Penghulu [Kepala Desa] Baling Karang Jhony S.

Untuk menghubungkan kampung Baling Karang ke Kampung lain; satu satunya alternatifnya dengan menggunakan Getek (Boat gandeng bermesin dompeng).

“Anda bisa bayangkan, betapa kami sangat terpuruk. Meski sudah menyeberangi getek menuju kampung lain untuk sampai ke kota kabupaten kami harus berjibaku dengan lumpur dan debu jalan (berlumpur saat hujan dan debu saat kemarau). Baju dan celana yang kami kenakan kuning karena debu saat kemarau, dan berlumpur saat musim hujan tiba,” kenang Jhony.

Minta Dibangun Jembatan Gantung

Hari ini Jhony sangat gembira, jalan yang dulunya berlumpur dan berdebu kini sudah beraspal mulus, saat menyerang kalau dulu menggunakan getek. Kini sudah terbangun jembatan gantung senilai Rp6,3 miliar upaya meretas keterisoliran.

Sebut Jhony, semua itu hasil kerja masyarakat, mendorong dirinya meminta ke kabupaten hingga ke provinsi bahkan ke pusat.

Tak sia sia usaha Jhony bersama anggota DPRK kabupaten, Provinsi. Meminta Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPR RI dari partai Golkar. Ilham Pangestu untuk membangun jembatan gantung di Kampungnya.

Dia didampingi Nora Idah Nita [Anggota DPRA Asal Aceh Tamiang dari partai Demokrat] pada awal tahun 2023 melobi Pokir Ilham Pangestu untuk membangun jembatan dimaksud.

Dan tahun 2024 Ilham Pangestu pun mengamini permohonan mereka untuk pembangunan Jembatan Gantung itu. Hasilnya seperti terlihat hari ini.

Jembatan kokoh itu berdiri megah, menghapus penderitaan panjang masyarakat Baling Karang dari kungkungan keterisoliran wilayah itu.

Hari ini masyarakat Baling Karang bisa sumringah lebar, mereka bebas dari keterisoliran berkepanjangan.

“Iya, kita merasa bersyukur pada Allah SWT, yang telah mengabulkan doa kami, mengetuk dan menggugah hati pak Ilham Pangestu mau menyalurkan aspirasinya membangun Jembatan Gantung di Kampung Baling Karang agar maju dan berkembang,” kata Jhony.

Kampung Baling Karang

Beber Jhony lagi, Kampung Baling Karang berpenduduk lebih kurang 700 jiwa dan atau 140 kepala keluarga. Berada di ujung Barat ibukota Kabupaten Aceh Tamiang.

Kampung ini berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur. Tepatnya dengan kecamatan Simpang Jernih. Kondisi jalan saat ini sudah beraspal, dari jalan kabupaten ditingkatkan statusnya menjadi jalan provinsi.

Topografinya berbukit dengan derjat kemiringan mencapai 40° sampai 70° berguratan terjal. Pun begitu Kampung Baling Karang memiliki hamparan dataran yang luas.

Vegetasinya; hutan gegas, rawa serta hutan desa. Ditumbuhi pohon Jabon Hutan dan pohon Pule serta pohon lain yang mengikat ekosistem hutan di wilayah tersebut.

Wilayah Kampung Baling Karang dapat dijadikan sentra pertanian maju dan berkembang. Sebab wilayah datarannya cocok sebagai area cetak sawah baru. Untuk menopang program ketahanan pangan khususnya di kabupaten Aceh Tamiang.

Baling Karang juga dapat dikembangkan sebagai wilayah sentra agribisnis dan agrikultura, dengan komoditi, Jagung, Kopi, Kakao, Pinang, Kacang Kacangan, Durian, Duku, Langsat dan Manggis.

“Iya dengan adanya jembatan ini, Baling Karang terbebas dari semua keterisoliran. Kami hari ini sudah gampang membawa serta, hasil komoditi ke ibukota kecamatan dan kabupaten. Sekali lagi saya sangat berterima kasih sekali pada pak Ilham Pangestu, jembatan ini sangat bermanfaat dan berharga sekali bagi kami,” pungkasnya.(S04)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *