Kasus IPAL di Lima Puskesmas, Haprijal Rozi: Lakukan RDP dan Pansus

Kasus IPAL di Lima Puskesmas, Haprijal Rozi: Lakukan RDP dan Pansus
banner 120x600
banner 468x60

Kualasimpang. RU – Terkait kasus pengadaan 5 paket pekerjaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk lima Puskesmas di Aceh Tamiang [Manyak Payed, Sungaiyu, Tamiang Hulu, Tenggulun, Simpang Kiri dan Selele] yang diplot dari Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2024 senilai Rp3,03 miliar Terindikasi Mal Pungsi dan Markup mendapat respon keras.

Sebut saja Haprijal Rozi. Aktivis sosial yang kerap menyuarakan hak sosial rakyat di Aceh Tamiang mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dilanjutkan dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) meninjau ke lapangan.

“Panggil Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes), PPTK nya dan PA nya, agar kasus ini menjadi terang benderang dan tidak menimbulkan fitnah. Saya tanggapi ini setelah membaca berita di laman terbitan online. Saya tekankan kepada para anggota Dewan yang duduk di Komisi menangani kesehatan harus segera mengambil kebijakan,” sebut Rozi pada media. Rabu, (19/02/2025) dari Kualasimpang.

Kata Dia, bicara IPAL ya membicarakan masalah pencemaran lingkungan. Pertanyaannya, apakah DED nya sudah sesuai dengan kebutuhan teknisnya, jangan terkesan pekerjaan itu dipaksakan, sebaliknya Limbah dari pengolahan IPAL tersebut jenis limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3).

Jangan sampai IPAL yang dibuat tersebut pipa pembuangannya dialirkan ke parit umum (masyarakat). “Jika ini terjadi sangat berbahaya, siapa yang berani jamin, air limbah B3 dari pengolahan IPAL yang dialirkan keparit umum tidak mencemari?,” beber Rozi.

Dia menambahkan, pihak Dinkes harus dapat mempertanggung jawabkan dari produk yang mereka buat. Sebutnya lagi, bahwa masalah limbah adalah masalah krusial, jadi jangan main main dengan limbah B3.

“Saya juga minta, kasus dugaan Markup nya harus didorong, agar terbongkar. Jika melihat fisik bangunannya di lapangan dengan nilai per IPAL Rp620 juta, saya pikir layak untuk dikaji dan dihitung ulang nilai fisiknya,” tegas Rozi.

Menurut Rozi, selama ini Puskesmas sebagai penerima manfaat dan tidak terlibat dalam pelaksanaannya, seharusnya mendapat paket yang purna pakai. Serta tidak membebani lagi untuk anggaran lainnya di Puskesmas.

Ini Dia Temuan LembAHtari

Direktur Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari). Sayed Zainal M, SH mengatakan secara fisik kondisi IPAL sangat baik.

Jika masyarakat yang tidak mengetahui pasti beranggapan barang itu berpungsi dengan sangat baik. Sebaliknya hampir tidak dapat diungsikan sebab kekurangan daya arus listrik.

Dan parahnya lagi pembuangan pipa limbah langsung ke parit warga [umum]. Dan cara kerjanyapun tidak efektif. Jika IPAL dihidupkan 1 menit saja arus listrik di puskesmas langsung padam, Karena kekurangan daya beban.

Apalagi itu, Daya listrik yang terpasang untuk tiap Puskesmas di Aceh Tamiang sebesar 90 Ampere, mengingat kondisi saat ini, kebutuhan itu tidak mencukupi, dengan banyaknya kunjungan pasien Rawat Jalan perharinya saja sudah mencapai 100 orang lebih. Ditambah pasien Rawat Inap.

Beban daya terpasang saat ini, hanya mampu untuk kebutuhan Puskesmas saja, non alat baru tambahan berkala yang dibutuhkan.

Jangankan untuk menghidupkan alat tambahan baru, daya listrik yang terpasang saja saat ini sudah kurang, hingga Puskesmas mengoptimalisasikannya dengan cara mematikan alat yang tidak terlalu bergantung, seperti Kipas angin atau Air Cinditioner (AC).

Hal itu dilakukan agar pasien rawat inap merasa nyaman dan tidak terganggu, akibat kurang daya arus listrik yang terpasang.

Saat ini, tiap tiap Puskesmas memiliki 7 dokter untuk melayani para pasien. 4 di antaranya dokter tidak tetap dan 3 lagi merupakan dokter tetap yang bertugas di Puskesmas.

Ada kesan aneh, untuk pengadaan di Puskesmas. Mengapa tidak? Untuk Proyek pengadaan Genset saja; peruntukkan tambahan untuk meminimalisir kekurangan daya arus listrik malah Mangkrak, tidak dapat digunakan secara permanen.

Sebab apa?. Genset merek Krisbow tersebut menggunakan bahan bakar Pertamina Dex, jika diisi Bahan Bakar Solar biasa, Genset tidak dapat hidup. Tetapi sebaliknya jika menggunakan bahan bakar Pertamina Dex hidup.

Sedangkan untuk jenis bahan bakar Pertama Pertamina Dex tidak masuk dalam jenis bahan bakar yang dapat di amprah (Ditagih ke pemerintah), hanya bahan bakar Bio Solar yang bisa ditagih ke pemerintah.

Tentunya ini menjadi kendala di Puskesmas, karena Genset merek Krisbow tersebut menggunakan bahan bakar Pertamina Dex yang tidak masuk dalam daftar amprahan ke pemerintah.

Alhasil Genset merek Krisbow tersebut Mangkrak dan bisa menjadi barang apkir, sebab tidak dapat diungsikan.

Kesannya, Kegiatan paket pekerjaan pengadaan barang di tiap tiap Puskesmas, tidak melihat pungsi dan kegunaannya. Imbas Puskesmas sebagai penerima manfaat hanya sebagai tempat penimbunan barang pengadaan dan kuat dugaan terlalu dipaksakan.

Dia berpendapat; seluruh Puskesmas yang ada di Aceh Tamiang, harus dinaikkan Beban Daya Listriknya, agar proses pelayanan kepada pasien dapat berjalan secara optimal.

Terkhusus itu, sebut Sayed. Paket pekerjaan pengadaan IPAL di tiap tiap Puskesmas harus dilihat terlebih dahulu aspekya; terutama Lahan, Daya Arus Listrik, Lokasi steril dari masyarakat, DED nya.

Agar paket pekerjaan pengadaan IPAL untuk Puskesmas tidak terkesan asal asalan bahkan terukur. Sebab harus dinilai dari semua aspek.

“Contohnya, hari ini Paket Pekerjaan Pengadaan IPAL untuk lima Puskesmas, berjalan tidak optimal. Bisa dikatakan kegiatan tersebut gagal, sebab tidak memiliki kajian mendalam, terkesan pengadaannya asal bapak senang (ABS),” tegasnya.

Malah, kata Sayed; temuan LembAHtari di lapangan bahwa IPAL di sebagian Puskesmas ada yang sama sekali tidak berpungsi. Dan sebahagiannya lagi harus di bagi waktu kerja sebab kekurangan daya arus listrik.

Lalu Proses netralisasi Limbah Cair Bahan Berbahaya Beracun (B3) tidak berpungsi secara optimal.

Jika IPAL dihidupkan, seluruh ruangan di Puskesmas mati listriknya. Termasuk di ruangan rawat inap pasien, sehingga mengganggu proses pelayanan kepada pasien.

“Daya 90 Ampere listrik yang sudah terpasang saat ini di tiap tiap Puskesmas tidak mampu menampung daya beban kelistrikan di Puskesmas. Apalagi ditambah beban untuk menghidupkan IPAL ya jelas tidak mampu,” jelasnya.

Jelas Sayed, kekurangan arus listrik itu harus segera lakukan penambahan Daya Arus Listrik, sebab Genset yang ada digunakan sebagai blackstar tidak berpungsi sama sekali.

Mengingat masalahnya ada pada kurangnya daya arus listrik di tiap tiap Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang.

“Program apa pun yang dibuat saat ini terkoneksi langsung dengan arus listrik, ini dahulu sangat perlu diperhatikan. Jika arus cukup baru bisa melakukan kebijakan program yang di jalankan,” ujarnya.

Dugaan Proses Pembuatan IPAL tidak Melalui Tahapan

LembAHtari menyorot bahwa; ada dugaan dalam proses pembangunan fisik IPAL Cair B3 di Puskesmas yang ada di Aceh Tamiang tidak dilakukan sebagaimana mestinya, dalam tahapan proses perencanaannya.

Kajian DED nya, terutama tenaga untuk penggerak IPAL [Daya Kelistrikan] kesannya asal proyek tersebut bisa dibangun saja, pelaksana [Dinkes] tidak melihat bagaimana setelah dibangun bisa berpungsi atau tidak.

Melihat fisik bangunan IPAL di lapangan dengan pagu Anggaran sebesar Rp620 juta, perlu dikaji ulang. Dikhawatirkan ada disharmonisasi anggaran yang semestinya.

Dikawatirkan anggaran terserap hanya separuh dari pagu Rp620 juta, jika meneliti secara detail bahan yang digunakan untuk pembangunan IPAL tersebut.

“Meski E-Katalog, apakah proses pekerjaan tersebut melalui tender?. Plank namanya saja tidak ada [Padahal Plank nama untuk mengenali apa, siapa dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan dan anggaran dari mana]. Ini saja sudah memunculkan tanda tanya?. Tidak hanya di kalangan pemerhati tetapi juga pegawai di Puskesmas saja heran, kok tidak ada plank nama pekerjaannya,” beber Sayed.

Indikasi kuat, murni kegiatan tersebut dilakukan oleh Dinkes Aceh Tamiang itu sendiri, bersama rekan vendornya yang memiliki spesifikasi khusus terkait Alat Kesehatan (Alkes).

Apalagi, sepertinya proses pembangunan IPAL tanpa ada kajian data kelistrikan yang sudah terpasang Puskesmas, perlu tambahan daya atau tidak.

Pada akhirnya ya begitu; pekerjaan selesai baru terpikir, bahwa daya arus kelistrikan di Puskesmas Kurang. Tetapi tidak ada solusi, hanya dibiarkan begitu saja.

Pada akhirnya, banyak kegiatan paket pekerjaan yang dilakukan di Aceh Tamiang dilakukan tanpa kajian detail. Tak mesti IPAL. Kegiatan yang lain juga begitu.

“Berapa banyak proyek yang sudah dikerjakan menjadi bangunan pajangan dan tidak berpungsi, dengan kata lain menjadi proyek Mubajir,” sergahnya.(S04)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *