Musliadi Penderita Tumor Otak di Aceh Utara Menanti Uluran Tangan

Musliadi Penderita Tumor Otak di Aceh Utara Menanti Uluran Tangan
banner 120x600
banner 468x60

Aceh Utara. RU – Di sebuah rumah sederhana di Gampong Teupin Gajah, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara, Musliadi (38) hanya bisa terbaring lemah, ditemani selang makan yang terpasang di hidungnya.

Dua tahun terakhir, pria ini bertarung melawan tumor otak yang membuat tubuhnya semakin rapuh. Di sisi lain, anak balitanya tak henti memanggil sosok ayah yang kini hanya bisa terdiam pasrah.

Dalam kondisi ini, Musliadi dirawat oleh Marliah, yang akrab dipanggil Mabiet, adik dari mendiang ibunya. Mabiet tidak hanya merawat Musliadi, tetapi juga istri dan anaknya yang kini sepenuhnya bergantung pada belas kasihnya.

Ironisnya, hingga kini belum ada bantuan atau perhatian dari pemerintah setempat maupun masyarakat luas, termasuk Keuchik Gampong Teupin Gajah, yang disebut tutup mata terhadap kondisi ini.

Syakban, seorang sukarelawan muda yang akrab disapa Tengku Adam, menyuarakan kegelisahannya.

Sebagai anak dari mendiang kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), ia tumbuh dengan nilai-nilai perjuangan untuk membela mereka yang tertindas.

“Kondisi bang Musliadi semakin kritis. Beliau tidak hanya berjuang melawan penyakit, tetapi juga menghadapi ketidakpedulian sosial yang memprihatinkan,” ujar Tengku Adam, kepada media ini, Sabtu (25/01/2025) yang kini dikenal aktif membantu masyarakat kurang mampu di Aceh.

Menurutnya, keluarga ini hidup dalam kesunyian yang memilukan.

“Anaknya masih kecil, butuh perhatian dan kasih sayang. Namun, kehidupan mereka sekarang seperti berada di ujung tanduk. Tidak ada donasi atau bantuan apa pun. Semua seperti menutup mata,” tambahnya.

Musliadi sebelumnya adalah tulang punggung keluarga, tetapi penyakit yang menggerogoti tubuhnya memaksanya untuk meninggalkan segala aktivitas.

Tumor otak yang ia derita membuat tubuhnya tak lagi mampu menerima makanan secara normal, sehingga asupan hanya bisa diberikan melalui selang.

Mabiet, yang menjadi tumpuan keluarga ini, hidup dalam keterbatasan. Meski begitu, ia tetap mengusahakan yang terbaik untuk merawat Musliadi, istri, dan anaknya.

“Kami sudah berusaha semampu kami. Tetapi bagaimana lagi, kebutuhan semakin banyak, sedangkan penghasilan kami tidak mencukupi,” kata Mabiet dengan mata berkaca-kaca.

  • Panggilan untuk Uluran Tangan

Kisah Musliadi menjadi gambaran nyata betapa rapuhnya nasib masyarakat yang berada di garis kemiskinan.

Sementara pemerintah daerah berbicara soal program kesejahteraan, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak yang luput dari perhatian.

Melalui perannya sebagai sukarelawan, Tengku Adam mengajak masyarakat Aceh untuk ikut membantu keluarga Musliadi.

“Ini bukan hanya soal bantuan materi, tetapi tentang rasa kemanusiaan. Kita semua punya tanggung jawab untuk saling peduli,” ujarnya tegas.

Bagi siapa pun yang ingin membantu, Tgk Adam bersedia menjadi penghubung antara para donatur dan keluarga Musliadi.

Baginya, semangat perjuangan mendiang ayahnya sebagai kombatan GAM adalah warisan yang harus terus ia lanjutkan, kini bukan lewat senjata, tetapi melalui aksi nyata membantu sesama.

Kisah Musliadi dan keluarganya adalah panggilan untuk kita semua. Karena di balik keterbatasan mereka, tersimpan harapan bahwa keadilan sosial bukan hanya impian, tetapi sesuatu yang bisa kita wujudkan bersama.(AS07)

banner 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *